
Pantau - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta agar perbedaan Hari Raya Idul Adha tak perlu terus dipertentangkan.
Seperti diketahui, Muhammadiyah telah merayakan Idul Adha pada hari ini, 28 Juni 2023. Sedangkan pemerintah baru akan merayakannya pada esok hari, 29 Juni 2023.
"Meskipun ada perbedaan (perayaan Idul Adha) tanggal 28 dan 29 Juni, kita tetap saling menghargai dan bertoleransi," kata Haedar usai salat Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Menurut Haedar, kebijakan pemerintah memberikan opsi libur dan cuti bersama pada Idul Adha ini merupakan bentuk toleransi yang perlu diapresiasi.
"Pemerintah sudah membuka opsi libur sejak tanggal 28 sampai 30 Juni, artinya pemerintah pun begitu toleran untuk memberi kebebasan untuk menjalankan Idul Adha meskipun berbeda," lanjutnya.
Untuk itu, ia berpesan, agar seluruh umat Islam menghentikan pertentangan dan pertikaian akibat adanya perbedaan waktu dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha.
"Tidak perlu ada ustaz, mubalig, dan tokoh yang mempertentangkan perbedaan itu. Nanti bisa-bisa malah nilai ibadah kita menjadi hilang atau berkurang," tegasnya
Haedar mengimbau agar berbagai argumen, baik dari dalil Al Quran maupun sunah dan keilmuan itu, digunakan untuk keyakinkan masing-masing.
"Jadi, tidak perlu saling menyalahkan sampai nanti kita umat Islam sedunia punya kalender global sebagaimana kalender masehi," tandasnya.
Seperti diketahui, Muhammadiyah telah merayakan Idul Adha pada hari ini, 28 Juni 2023. Sedangkan pemerintah baru akan merayakannya pada esok hari, 29 Juni 2023.
"Meskipun ada perbedaan (perayaan Idul Adha) tanggal 28 dan 29 Juni, kita tetap saling menghargai dan bertoleransi," kata Haedar usai salat Idul Adha di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Menurut Haedar, kebijakan pemerintah memberikan opsi libur dan cuti bersama pada Idul Adha ini merupakan bentuk toleransi yang perlu diapresiasi.
"Pemerintah sudah membuka opsi libur sejak tanggal 28 sampai 30 Juni, artinya pemerintah pun begitu toleran untuk memberi kebebasan untuk menjalankan Idul Adha meskipun berbeda," lanjutnya.
Untuk itu, ia berpesan, agar seluruh umat Islam menghentikan pertentangan dan pertikaian akibat adanya perbedaan waktu dalam merayakan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha.
"Tidak perlu ada ustaz, mubalig, dan tokoh yang mempertentangkan perbedaan itu. Nanti bisa-bisa malah nilai ibadah kita menjadi hilang atau berkurang," tegasnya
Haedar mengimbau agar berbagai argumen, baik dari dalil Al Quran maupun sunah dan keilmuan itu, digunakan untuk keyakinkan masing-masing.
"Jadi, tidak perlu saling menyalahkan sampai nanti kita umat Islam sedunia punya kalender global sebagaimana kalender masehi," tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas