
Pantau.com - Dalam hitungan bulan, masyarakat Indonesia tengah dirundung duka. Bencana alam datang silih berganti, menyisakan kisah pilu bagi masyarakat yang terdampak. Bulan Juli, masyarakat Pulau Lombok diguncang gempa bumi dengan kekuatan hingga 6.4 Skala Richter (SR) yang menelan korban jiwa hingga 500 orang lebih.
Belum sembuh rasa duka atas bencana di Lombok, Ibu Pertiwi kembali menangis setelah dua bulan berselang, tepatnya pada 28 September 2018, Sulawesi Tengah tepatnya kota Palu dan sekitarnya diterpa tiga bencana sekaligus. Likuifaksi, Gempa Bumi 7.4 SR, serta Tsunami datang secara bersamaan dan meluluhlantahkan Kota Palu dan sekitarnya. Tak tanggung tanggung 2000 orang lebih menjadi korban dahsyatnya bencana tersebut.
Dari rentetan bencana itu, pemerintah, masyarakat, relawan, hingga dunia Internasional langsung turun tangan untuk membantu para korban yang terdampak. Salah satunya adalah seorang relawan Cipto Sugiarto. Cipto menjadi salah satu dari ribuan relawan yang turut serta membantu meringankan beban para korban bencana.
Baca juga: BNPB: Lombok dalam Masa Transisi Status Darurat Menuju Pemulihan
Tergabung dalam salah satu lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap atau ACT, Cipto turun dan bertugas menjadi koordinator posko relawan. Memutuskan bertugas menjadi seorang relawan tentunya tidak mudah bagi setiap orang.
Cipto mengaku, meskipun dirinya merasakan keseruan bertugas menjadi seorang relawan, namun dibalik itu membutuhkan sebuah pengorbanan yang tidak sedikit, khususnya untuk keluarganya.
"Antara tuntutan pekerjaan dengan keluarga, mana yang harus di ini (dahulukan), harus lebih dikomunikasikan sih, walaupun kadang saya malah merasa betah di tempat kebencanaan itu, karena banyak yang harus dikerjakan," jelas Cipto saat berkunjung ke kantor Pantau.com, Rabu, 31 Oktober 2018.
Ayah tiga orang anak ini mengungkapkan telah memberikan pengertian kepada keluarganya lebih dulu, bahwa resiko dari menjadi seorang relawan haruslah siap setiap saat jika tugas memanggil.
"Sudah mengkondisikan sejak awal memang kerja di ACT seperti itu, apalagi di rescue, ada yang sampai tiga bulan tidak pulang-pulang,"ujar Cipto.
Cipto bercerita, selain itu, tidak sedikit kendala di lapangan yang juga dialami oleh para relawan. Mulai dari ikut merasakan guncangan gempa, hingga dimarahi oleh para pengungsi yang menginginkan untuk segera menyalurkan bantuan.
Baca juga: BNPB Pastikan 300 Hunian Sementara Korban Gempa Palu Telah Selesai Dibangun
Namun pria lulusan Sarjana Pertanian ini mengatakan segala kendala di lapangan dapat teratasi lewat pengalaman yang sudah dimilikinya sejak bergabung menjadi relawan pada 2013 lalu. "Menjelaskannya (kepada masayarakat) ya bahasanya kita koordinasikan saja, kita sudah punya SOP ketika ada sesuatu (kendala)," ujar Cipto.
Kini bersama lembaga Kemanusiaan ACT, Cipto tengah mengembangkan lembaga Relawan Indonesia yang akan memberikan edukasi para calon relawan menjadi tenaga relawan yang handal saat turun dalam sebuah peristiwa bencana.
Selian bergerak di bidang relawan bencana, Cipto bersama lembaga yang berdiri sejak tahun 2006 ini juga concern untuk membantu masalah isu pengentasan kemiskinan.
- Penulis :
- Sigit Rilo Pambudi