
Pantau.com - Apa yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata ojek di Jakarta? Pasti mayoritas Sobat Pantau berpikir jasa transportasi antar jemput sepeda motor untuk menghindari kemacetan dengan berbasis online bukan? Eitts, tapi tahukah kamu kalau di Jakarta masih ada lho ojek konvensional dengan menggunakan sepeda.
Kemunculan ojek sepeda di Jakarta mulai berkembang sejak tahun 1970 di daerah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Penyedia jasa ojek sepeda muncul di Jakarta Utara menyusul adanya larangan jasa bemo dan becak menuju ke Pelabuhan Priok. Warga sekitar yang mengintip adanya peluang usaha lantas berinisiatif menyediakan jasa ojek sepeda.
Hingga sekarang keberadaan ojek sepeda masih eksis dan menjadi salah satu pilihan warga di utara Jakarta untuk bepergian. Di daerah perbatasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat mulai dari Pluit, Priok hingga Kota Tua khususnya, ojek sepeda masih bisa ditemukan. Di kawasan tersebut, ojek sepeda terbagi dua kelompok.
Kelompok pertama adalah ojek sepeda khusus pariwisata yang biasa mangkal di Kawasan Kota Tua. Sedangkan kelompok yang kedua ojek sepeda hanya untuk antar jemput di seputar perbatasan Jakarta Utara dan Jakarta Barat bukan diperuntukkan untuk tujuan wisata.
Baca juga: Secuil Cerita dari Gang Venus, Kawasan Tanpa Matahari di Jakarta
Di tengah masifnya ojek online seiring kemajuan teknologi, ojek-ojek konvensional khususnya ojek sepeda kelompok kedua ini dari tahun ke tahun semakin terpinggirkan.
"Sepi mas ini dari pagi belum dapat sewa paling cuma goceng baru, tuh liat ojek pangkalan yang pake motor aja sepi apalagi kita," begitu curahan hati Kodir, tukang ojek sepeda yang Pantau.com temui saat sedang mangkal di Jalan Gedong Panjang, Jakarta, Senin (5/11/2018).
Tampak sesekali sambil mengolesi lehernya dengan minyak angin, Kodir yang tak lagi muda harus sabar menunggu sewa penumpang di tengah teriknya matahari. Dirinya rela berpanas-panasan hanya untuk penghasilan yang tak menentu.
Pria berusia 60 tahun itu mengaku baru menekuni jasa ojek sepeda selama tiga tahun terakhir. Sebelum menekuni profesi ini, Kodir sempat menjadi buruh di salah satu pabrik baja di Jakarta Utara, namun dengan alasan umur yang tak lagi muda Kodir terpaksa diberhentikan dari pabrik tersebut.
Menurutnya, jika ada pekerjaan lain ia mengaku lebih memilih perkejaan lain itu dari pada menekuni ojek sepeda yang penghasilannya belum menentu, alasannya hanya satu yakni agar dapurnya bisa ngebul setiap hari.
"Enakan kerja mas. Jadi tukang sapu (PPSU) Rp3,8 (juta) dapet gajinya. Kalau kita gini (ojek sepeda) mah susah," ujar Kodir.
Kendati begitu, ia tetap mensyukuri besar kecilnya penghasilan yang masuk ke sakunya, maklum saja umur yang tak lagi muda membuat Kodir tak lagi bisa memilih pekerjaan seperti saat masa-masa mudanya dulu.
"Paling kecil sehari Rp5 ribu, Rp7 ribu. Buat dapet 50 (ribu) sampe cepe (Rp100 ribu) juga bisa sih ya tapi jarang-jarang. Alhamdulillah besar kecil kita syukuri aja duit enggak dibawa mati," lanjut Kodir sambil tersenyum penuh keikhlasan.
Selanjutnya: Ojek Sepeda Bertahan di Tengah Gerusan Zaman
- Penulis :
- Adryan N