Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Tidak Banyak Perubahan Tupoksi APH dalam Revisi KUHAP

Oleh Pantau Community
SHARE   :

Tidak Banyak Perubahan Tupoksi APH dalam Revisi KUHAP
Foto: Revisi KUHAP fokus pada perlindungan hak tersangka dan kepastian hukum.

Pantau - Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak membawa banyak perubahan pada tugas pokok dan fungsi (tupoksi) aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.

"Terkait dengan tupoksi di antara Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan, saya rasa tidak banyak berubah, hampir enggak ada," ujar Supratman saat ditemui di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan bahwa draf revisi KUHAP yang diterima dari DPR lebih menekankan pada perlindungan terhadap hak-hak tersangka dalam proses hukum.

"Kalau saya lihat, ya, dari draf yang dari DPR terkait KUHAP itu lebih banyak terkait dengan perlindungan kepada orang yang diduga melakukan [tindak pidana]. Dalam hal, ini adalah tersangka," ungkapnya.

Menurut Supratman, revisi KUHAP juga mencakup aspek keadilan restoratif dan didominasi oleh pengaturan mengenai hak asasi manusia (HAM).

Saat ini, Kementerian Hukum sedang menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi KUHAP.

Dalam proses penyusunan tersebut, Kementerian Hukum akan berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga terkait, seperti Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Sekretariat Negara.

"Untuk meminta masukan dalam rangka penyusunan," jelas Supratman.

KUHAP Baru Diharapkan Menjamin HAM dan Kepastian Hukum

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa KUHAP yang baru akan menjadi ekspresi dari amandemen UUD NRI Tahun 1945 terkait HAM.

"Saya berkeyakinan bahwa KUHAP baru kita ini akan mengekspresikan amandemen UUD NRI Tahun 1945 tentang HAM," kata Yusril.

Salah satu poin penting dalam draf KUHAP baru adalah penegasan batas waktu status tersangka.

Yusril menjelaskan bahwa status tersangka tidak boleh berlangsung lebih dari dua tahun tanpa proses pengadilan.

Ia menyebut bahwa penetapan status tersangka tanpa kejelasan waktu dapat menimbulkan beban moral bagi individu yang bersangkutan.

Menurutnya, KUHAP lama belum mengatur secara tegas soal batas waktu ini, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

Oleh karena itu, KUHAP baru dinilai penting untuk menjamin tidak hanya HAM, tetapi juga kepastian dan keadilan hukum bagi setiap warga negara.

Dalam Rapat Paripurna Ke-13 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025, DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi RUU usul inisiatif DPR.

RUU KUHAP juga telah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.

Komisi III DPR RI sebagai pengusul RUU tersebut menilai bahwa pembahasan revisi KUHAP mendesak dilakukan mengingat KUHP yang baru akan mulai berlaku pada tahun 2026.

Penulis :
Pantau Community