Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Cetak Sawah Bukan Tabu: Pemerintah Gabungkan Dua Jalur Demi Swasembada Pangan

Oleh Peter Parinding
SHARE   :

Cetak Sawah Bukan Tabu: Pemerintah Gabungkan Dua Jalur Demi Swasembada Pangan
Foto: Pemerintah menempuh dua strategi besar—cetak sawah baru dan optimasi sawah eksisting—secara simultan untuk menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Pantau - Perdebatan soal cetak sawah baru versus optimasi sawah eksisting kembali mencuat di publik, namun Kementerian Pertanian menegaskan bahwa keduanya bukan pilihan yang saling meniadakan, melainkan strategi yang harus dijalankan bersamaan.

Masyarakat kerap menganggap cetak sawah sebagai kebijakan gagal yang tabu dilakukan, namun faktanya, kebijakan ekstensifikasi melalui cetak sawah tetap dijalankan berdampingan dengan intensifikasi lahan eksisting.

“Cetak sawah dan optimasi sawah bukan dua hal yang bertentangan, tetapi dua jalur yang harus dijalankan bersamaan layaknya rel kereta,” demikian pandangan yang dikedepankan pemerintah.

Kritik terhadap cetak sawah sering dikaitkan dengan isu lingkungan, padahal saat ini pencetakan sawah dilakukan di lahan berstatus APL (Areal Penggunaan Lain), bukan kawasan hutan.

Data menunjukkan Indonesia kehilangan hampir 100.000 hektare lahan pertanian tiap tahun karena konversi ke nonpertanian.

Luas sawah per kapita Indonesia hanya sekitar 0,026—0,031 hektare, jauh lebih kecil dari negara lain seperti AS, Tiongkok, dan Thailand.

Target 2025: 225.000 Hektare Cetak Sawah, 500.000 Hektare Optimasi

Pada tahun 2025, pemerintah menetapkan target cetak sawah seluas 225.000 hektare di 20 provinsi, dengan fokus terbesar di Kalimantan Tengah sebesar 85.000 hektare.

Dari target tersebut, 162.000 hektare telah siap eksekusi konstruksi.

Strategi percepatan dilakukan melalui percepatan kontrak konstruksi dan penyelesaian SID di berbagai daerah termasuk Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Merauke.

Sementara itu, optimasi lahan pertanian atau opla juga dilakukan secara masif dengan target 500.000 hektare, terutama melalui peningkatan indeks tanam.

Kegiatan optimasi ini mencakup pengolahan tanah, pengairan, pemupukan, pengendalian hama, hingga pascapanen dan dikelola oleh Direktorat Pelindungan dan Optimasi Lahan, Ditjen Lahan dan Irigasi.

Anggaran konstruksi opla tersedia untuk 288.000 hektare dan kontrak SID telah terealisasi di 180.000 hektare atau 44,1 persen, dengan target rampung pada akhir April 2025.

Perbandingan menunjukkan bahwa luas optimasi hampir dua kali lipat dari target cetak sawah, membantah klaim bahwa pemerintah hanya fokus pada pembukaan sawah baru.

Sawah sendiri dipandang sebagai hasil karya agung manusia yang membutuhkan proses panjang dan perencanaan matang, baik di lahan kering maupun rawa.

Menteri Pertanian Amran Sulaeman menegaskan bahwa cetak sawah diperlukan untuk mengganti yang hilang dan menjadi warisan untuk generasi mendatang, sementara optimasi menjadikan sawah yang ada lebih produktif.

Kementan mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam mendukung swasembada pangan dan menjaga sawah sebagai warisan peradaban.

Penulis :
Peter Parinding