Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Simbol Perjuangan Buruh Kembali Menggema di Pidato Hari Buruh

Oleh Gian Barani
SHARE   :

Simbol Perjuangan Buruh Kembali Menggema di Pidato Hari Buruh
Foto: Presiden Dukung Marsinah Jadi Pahlawan Nasional, Misteri Kematian Aktivis Buruh Kembali Disorot (Sumber: ANTARA FOTO/Moch Asim/pras)

Pantau - Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap usulan pengangkatan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional mewakili kaum buruh, dalam pidato peringatan Hari Buruh Internasional 2025 di Monas, Jakarta.

Presiden meminta para pimpinan serikat buruh untuk bermusyawarah dan mengajukan nama tokoh buruh yang layak diusulkan, dan nama Marsinah disebut sebagai calon utama.

Marsinah adalah aktivis buruh yang dikenal kritis dan vokal dalam memperjuangkan hak-hak pekerja, terutama terkait kenaikan upah dan pembentukan serikat pekerja.

Ia lahir di Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969 dan bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo.

Marsinah memimpin aksi mogok kerja pada awal Mei 1993, yang kemudian diikuti dengan pemecatan sejumlah rekannya.

Pada 8 Mei 1993, jasadnya ditemukan di pinggir sawah di Nganjuk dalam kondisi mengenaskan, setelah sebelumnya dilaporkan sempat diinterogasi oleh aparat militer di Kodim 0816.

Misteri Kematian dan Warisan Perjuangan yang Tak Padam

Dalam kasus pembunuhan Marsinah, sejumlah pihak pernah dijadikan terdakwa—termasuk karyawan PT CPS dan oknum militer—namun mereka membantah terlibat dan menyebut adanya rekayasa hukum serta pengkambinghitaman oleh sistem.

Kematian Marsinah hingga kini masih menjadi misteri: siapa pelakunya, bagaimana ia dibunuh, dan siapa yang pertama menemukan jenazahnya masih belum jelas.

Marsinah menerima penghargaan Yap Thiam Hien Award atas perjuangannya, dan dikenang luas sebagai ikon gerakan buruh Indonesia.

Ia tumbuh dalam kesulitan ekonomi, dibesarkan oleh nenek setelah ibunya meninggal saat ia berusia 3 tahun, dan sejak kecil dikenal rajin serta berpikiran kritis.

Marsinah pernah gagal melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum karena keterbatasan biaya, dan sejak 1989 mulai merantau ke Surabaya untuk bekerja di pabrik dan berjualan demi hidup.

Pada tahun 1990, ia masuk PT CPS Rungkut dan kemudian dipindahkan ke Porong karena menuntut pembentukan serikat pekerja.

Pemogokan besar pada 3–4 Mei 1993 menjadi tonggak perlawanan terhadap kebijakan upah murah dan represi buruh pada era Orde Baru.

Presiden Prabowo menunjukkan perubahan pendekatan terhadap buruh dengan menaikkan upah minimum, mengakui pekerja informal, membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh, meratifikasi Konvensi ILO 188, serta menyusun kontrak politik dengan elemen buruh.

Kini, dukungan terhadap Marsinah sebagai Pahlawan Nasional dinilai bukan hanya bentuk penghormatan, tetapi juga pengakuan terhadap sejarah panjang perjuangan buruh Indonesia yang belum tuntas.

Penulis :
Gian Barani