
Pantau - Di tengah blokade Israel yang telah berlangsung lebih dari dua bulan, warga di Gaza City bagian barat mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar sebagai upaya bertahan hidup di tengah krisis energi yang parah.
Proses konversi plastik dilakukan oleh Saad al-Din Abu Ajwa bersama saudara dan temannya, dengan produksi mencapai sekitar 500 liter solar per hari.
Solar hasil produksi ini dijual kepada warga yang membutuhkannya untuk kendaraan, generator, pompa air, rumah sakit, dan ambulans.
Abu Ajwa menegaskan bahwa tujuan dari produksi ini bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk mempertahankan kehidupan, meski mengandung risiko kesehatan dan keselamatan yang tinggi.
Bahaya Kesehatan Mengintai, Tapi Tak Ada Pilihan Lain
Sejak pecahnya konflik pada 7 Oktober 2023, Israel semakin memperketat pasokan bahan bakar ke Gaza dan menutup seluruh jalur akses sejak 2 Maret.
Harga solar di pasar gelap mencapai 70 dolar AS per liter, sementara solar buatan lokal dijual sekitar 14 dolar AS, yang tetap mahal namun jauh lebih terjangkau.
Proses pembakaran plastik menghasilkan asap pekat dan beracun, dan dilakukan tanpa alat pelindung, menyebabkan sejumlah pekerja mengalami gangguan pernapasan hingga batuk darah.
Pengemudi seperti Abu Majed Sukar mengatakan solar lokal meski kualitasnya rendah tetap menyelamatkan hidup banyak orang, karena transportasi umum nyaris lumpuh total.
Bahan baku plastik pun makin sulit ditemukan karena warga harus mencarinya dari reruntuhan bangunan dan jalan-jalan yang rusak.
UNRWA memperingatkan bahwa penutupan perbatasan memperparah krisis kemanusiaan, sementara pemerintah Gaza menyebut metode ini sebagai simbol keputusasaan, bukan solusi jangka panjang.
Abu Ajwa menyatakan mereka tidak hanya membuat bahan bakar, tetapi menjaga Gaza tetap hidup dan menyerukan bantuan internasional serta pembukaan akses agar warga bisa bertahan dengan lebih layak.
- Penulis :
- Gian Barani