
Pantau - Ekonomi hijau menawarkan peluang baru bagi keberlanjutan lingkungan dan penciptaan lapangan kerja, namun masih menyisakan tantangan besar terkait kesejahteraan pekerja dan ketimpangan upah di berbagai sektor.
Kesejahteraan buruh kini diukur secara holistik, tak hanya dari besaran upah tetapi juga dari keberlanjutan dan dampak lingkungan dari pekerjaan tersebut.
Green Jobs: Peluang dan Ketimpangan dalam Transisi Ekonomi
Green jobs atau pekerjaan hijau didefinisikan oleh ILO sebagai pekerjaan yang berkontribusi pada pelestarian lingkungan, dan menjadi fokus dalam agenda COP-29 di Baku, Azerbaijan, November 2024 sebagai strategi global menghadapi perubahan iklim.
Indonesia menyambut peluang ini di tengah penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka dari 5,32% pada 2023 menjadi 4,91% pada 2024, dengan mayoritas penduduk bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai (38,80%).
Namun, transisi menuju ekonomi hijau harus disertai peningkatan kualitas kerja dan perbaikan upah, terutama di sektor-sektor dengan gaji rendah seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan yang hanya mencatat upah rata-rata Rp2.407.712.
Sektor pengolahan air dan pengelolaan sampah mengalami penurunan upah tertinggi sebesar 6,50%, meskipun menjadi salah satu sektor potensial green jobs.
Sebaliknya, sektor listrik, gas, dan uap mengalami kenaikan upah terbesar 10,91% menjadi Rp4.832.177, menunjukkan potensi pertumbuhan ekonomi hijau yang belum merata.
Strategi Transisi dan Peran Pemerintah
Transformasi menuju ekonomi hijau memerlukan pendekatan menyeluruh, termasuk pelatihan keterampilan hijau (green skills) seperti energi terbarukan, daur ulang, hingga pertanian organik.
Green jobs tidak hanya mencakup pekerjaan baru, tetapi juga transformasi pekerjaan lama seperti konstruksi menuju bangunan hijau atau transportasi ke energi bersih.
Wilayah berbasis ekstraksi sumber daya alam seperti tambang dan perkebunan monokultur menghadapi tantangan tersendiri, sehingga transisi harus sensitif secara sosial agar tidak menimbulkan pengangguran struktural.
Pemerintah perlu mendorong dialog sosial antara dunia usaha, serikat buruh, dan otoritas publik agar transisi berlangsung adil (just transition), bukan hanya menguntungkan korporasi.
Selain itu, perluasan green jobs dari sektor informal hingga industri besar memerlukan investasi riset, kebijakan berbasis data, dan dukungan finansial yang terarah.
Perbaikan disparitas upah dan peningkatan kualitas keterampilan kerja menjadi kunci agar ekonomi hijau tidak hanya menjaga lingkungan, tetapi juga mewujudkan kesejahteraan pekerja secara merata.
- Penulis :
- Gian Barani
- Editor :
- Ricky Setiawan