Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Desak Restorasi Ekologis Pascatambang Jadi Prioritas, Tegaskan Pemulihan Tak Cukup Hanya Reklamasi

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

DPR Desak Restorasi Ekologis Pascatambang Jadi Prioritas, Tegaskan Pemulihan Tak Cukup Hanya Reklamasi
Foto: Mukhtarudin minta pelaku usaha tambang utamakan restorasi ekologis pascatambang dan dorong penguatan pengawasan berbasis keberlanjutan.(Sumber: ANTARA/HO-Kementerian ESDM)

Pantau - Anggota Komisi XII DPR RI Mukhtarudin menegaskan bahwa pelaku usaha sektor pertambangan wajib memprioritaskan restorasi ekologis sebagai tanggung jawab jangka panjang untuk pemulihan lingkungan.

Menurutnya, upaya pemulihan lingkungan pascatambang tidak boleh berhenti pada reklamasi teknis seperti penutupan lubang atau penanaman pohon.

"Restorasi ekologis bukan sekadar menutup lubang bekas tambang atau menanam pohon, yang kita butuhkan adalah pemulihan fungsi ekologis, air, tanah, vegetasi, dan keanekaragaman hayati yang benar-benar hidup kembali," ujarnya.

Banyak Lokasi Tambang Terbengkalai, Pengawasan Dinilai Lemah

Mukhtarudin menyoroti masih banyaknya lokasi bekas tambang yang terbengkalai karena perusahaan pailit atau mengabaikan kewajiban pascatambang.

"Banyak IUP (izin usaha pertambangan) yang meninggalkan lubang tambang begitu saja, dan masyarakat sekitar menanggung risiko ekologisnya. Negara tidak boleh membiarkan ini terus terjadi," tegasnya.

Ia menyatakan bahwa lemahnya sistem pengawasan dan tidak optimalnya regulasi berbasis keberlanjutan menjadi akar dari permasalahan ini.

Untuk itu, Mukhtarudin mendorong pengawasan terhadap pemanfaatan dana jaminan pascatambang secara transparan dan akuntabel.

Ia juga meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan memperkuat koordinasi dalam pengawasan proses pemulihan lingkungan.

Perlu Evaluasi Izin Berbasis Restorasi dan Integrasi ESG

Mukhtarudin menilai bahwa praktik restorasi terbaik, seperti revegetasi berbasis spesies lokal dan pengembangan Taman Keanekaragaman Hayati (Taman Kehati), perlu direplikasi secara luas.

"Restorasi ekologis harus dijadikan indikator utama dalam evaluasi izin usaha pertambangan. Kalau tidak mampu memulihkan lingkungan, ya jangan diberi kelonggaran izin," katanya.

Ia juga mendorong integrasi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam sistem insentif dan pembiayaan sektor tambang.

"Kita perlu memastikan bahwa investasi di sektor ini berpihak pada keberlanjutan, bukan sekadar mengejar keuntungan jangka pendek," tutup Mukhtarudin.

Penulis :
Balian Godfrey