billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ahmad Muzani: Sejarah Tak Perlu Dimanipulasi, Biarkan Generasi Menilai Kebenarannya

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Ahmad Muzani: Sejarah Tak Perlu Dimanipulasi, Biarkan Generasi Menilai Kebenarannya
Foto: Gerindra dukung penulisan ulang sejarah Indonesia, asal berdasar fakta dan data(Sumber: ANTARA/Narda Margaretha Sinambela)

Pantau - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan bahwa partainya mendukung penulisan ulang sejarah Indonesia, asalkan dilakukan secara jujur, terbuka, dan berdasarkan fakta serta data yang valid.

Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas pernyataan anggota Komisi III DPR RI Yasonna Laoly yang menilai pentingnya pelurusan narasi sejarah, khususnya peristiwa 1965.

“Sejarah itu tidak pernah mendapatkan kebenaran final, tetapi yang harus disajikan adalah fakta dan data yang apa adanya. Biar nanti pembaca, generasi, yang menilai tentang kebenaran sejarah itu,” ujar Muzani.

Sejarah Harus Bebas Manipulasi dan Terbuka untuk Semua

Muzani menekankan pentingnya penulisan sejarah yang tidak dimanipulasi. Ia menyebut bahwa makin banyak catatan sejarah disampaikan kepada generasi muda, maka makin besar peluang memperoleh pemahaman yang lebih dekat pada kebenaran.

Saat ditanya apakah Gerindra mendukung pelurusan sejarah peristiwa 1965 dan pelanggaran HAM, Muzani menjawab: “Semua sejarah. Semua sejarah yang menjadi perjalanan bangsa ini.”

Sebelumnya, Yasonna Laoly menyampaikan bahwa banyak narasi sejarah tragedi 1965 yang bertentangan dengan hasil penelitian terbaru, termasuk temuan dari Amerika Serikat. Ia juga menyinggung proyek penulisan ulang sejarah yang diprakarsai oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Yasonna menekankan bahwa pasca-Orde Baru banyak temuan sejarah baru terkait peristiwa G30S PKI. Ia juga menegaskan bahwa posisi Presiden Soekarno dalam sejarah telah dipulihkan dan tidak terbukti terlibat dalam gerakan tersebut.

Sementara itu, Fadli Zon menyebut proyek revisi sejarah nasional masih berada dalam tahap awal. Komnas Perempuan turut mengingatkan agar penulisan sejarah dilakukan tidak hanya dengan pendekatan maskulin.

Penulis :
Balian Godfrey