HOME  ⁄  Nasional

GAPPRI Minta Dirjen Bea Cukai Baru Dukung IHT Kretek Nasional

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

GAPPRI Minta Dirjen Bea Cukai Baru Dukung IHT Kretek Nasional
Foto: Ilustrasi - kertas cukai rokok (sumber: bea cukai)

Pantau - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengharapkan Letjen Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru dapat menjaga keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) legal nasional di tengah berbagai tantangan regulasi dan tekanan bisnis.

Regulasi Berat Dinilai Hambat Pertumbuhan IHT

Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menyebutkan bahwa IHT berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, yaitu sekitar 10 persen dari cukai hasil tembakau untuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Belum lagi kontribusi lain, antara lain pajak, penyerapan tenaga kerja (padat karya), dan masih banyak lagi."

Saat ini, industri tembakau nasional menghadapi tekanan berat karena terdapat sekitar 500 peraturan, baik fiskal maupun non-fiskal, yang membebani sektor ini.

Menurut GAPPRI, banyaknya aturan tersebut bersifat heavy regulated, tidak terintegrasi, dan cenderung mengakomodasi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dari WHO.

Akibatnya, target penerimaan cukai hasil tembakau pada 2024 tidak tercapai, yaitu hanya mencapai Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp230,4 triliun.

Produksi rokok legal juga mengalami penurunan yang signifikan.

Henry menegaskan bahwa situasi ini memerlukan langkah deregulasi dengan meninjau ulang serta menyelaraskan berbagai aturan agar lebih adil dan mendukung kemandirian ekonomi nasional.

"GAPPRI berharap pemerintah tidak menerbitkan kebijakan yang dapat memberatkan IHT kretek, hal itu agar IHT kretek bisa resilien dan memberi peluang pemulihan atas keterpurukan bisnis dan tekanan rokok murah yang tak jelas asal dan produsennya."

Aturan Baru Dinilai Mengancam Kedaulatan Ekonomi

GAPPRI menyoroti keberadaan Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 429–463 terkait pengamanan zat adiktif, sebagai regulasi yang berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.

"Pasal-pasal dalam PP 28/2024 menurut kalangan industri rokok menimbulkan kebingungan dan ketidakjelasan. Karena itu, GAPPRI memohon agar pemerintah meninjau ulang aturan tersebut."

GAPPRI juga mengusulkan relaksasi waktu pembayaran pemesanan pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari guna membantu daya tahan ekonomi pabrikan rokok terhadap dampak peraturan yang ada.

Selain itu, GAPPRI mendorong moratorium kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) selama periode 2026–2029 agar industri dapat pulih, khususnya dari tekanan rokok murah ilegal.

GAPPRI menyatakan dukungannya terhadap kebijakan tarif cukai yang inklusif dan berkeadilan dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, tenaga kerja IHT, pertanian tembakau, peredaran rokok ilegal, dan penerimaan negara.

Pendekatan ini diharapkan dapat dituangkan dalam Peta Jalan (Roadmap) Industri Hasil Tembakau 2026–2029.

Penulis :
Arian Mesa