Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menakar Usulan Pembubaran Bawaslu Daerah: Efisiensi atau Ancaman bagi Demokrasi Elektoral?

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Menakar Usulan Pembubaran Bawaslu Daerah: Efisiensi atau Ancaman bagi Demokrasi Elektoral?
Foto: Wacana pembubaran Bawaslu daerah dinilai mengancam prinsip keadilan dan partisipasi demokrasi(Sumber: ANTARA FOTO/Basri Marzuki/nz/aa.)

Pantau - Wacana pembubaran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) daerah kembali mencuat pasca Pemilu 2024 dengan narasi efisiensi dan penyederhanaan kelembagaan sebagai alasan utama.

Gagasan ini mengusulkan agar seluruh fungsi pengawasan pemilu dikonsentrasikan hanya pada tingkat pusat, tanpa keberadaan struktur pengawasan di level provinsi, kabupaten, dan kota.

Namun, dampak dari wacana ini tidak hanya menyentuh efektivitas pengawasan, tetapi juga menyangkut masa depan demokrasi elektoral di Indonesia.

Jika pengawasan hanya dilakukan dari pusat, maka akan timbul berbagai persoalan, seperti jauhnya proses pengawasan dari realitas sosial daerah, pengabaian terhadap keragaman geografis dan politik lokal, serta berkurangnya partisipasi publik dalam menjaga integritas pemilu.

Demokrasi yang sehat dan berkeadilan memerlukan sistem pengawasan yang dekat dengan rakyat, mampu merespons pelanggaran secara langsung, dan menjamin keadilan elektoral di seluruh wilayah.

Tiga Perspektif Kritis atas Usulan Pembubaran: Konstitusi, Desentralisasi, dan Partisipasi Publik

Wacana pembubaran Bawaslu daerah harus dikritisi secara mendalam dari tiga perspektif utama:

Konstitusionalitas
Bawaslu daerah merupakan bagian dari struktur pengawasan yang dijamin secara hukum. Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa pemilu harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Untuk menjamin prinsip kejujuran dan keadilan inilah lembaga pengawas independen dibentuk melalui amanat konstitusi.

Desentralisasi demokrasi dan keadilan elektoral
Efektivitas pengawasan pemilu sangat bergantung pada kedekatannya dengan konteks lokal. Bawaslu daerah memungkinkan respons cepat terhadap pelanggaran, terutama di wilayah yang secara geografis luas dan sosial-politik yang kompleks.

Tata kelola demokrasi partisipatif
Keterlibatan masyarakat secara aktif hanya bisa dicapai jika pengawasan dilakukan secara desentralistik. Bawaslu daerah menjadi penghubung langsung antara lembaga pengawas dengan masyarakat akar rumput, sehingga akuntabilitas pemilu tetap terjaga.

Menakar Alasan Pembubaran: Efisiensi Versus Prinsip Demokrasi

Secara hukum, Pasal 22E ayat (5) menyebut bahwa pemilu diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Namun, keberadaan Bawaslu sebagai lembaga pengawas adalah bagian dari sistem penyelenggaraan yang menjamin prinsip keadilan dan kejujuran pemilu.

Pembubaran Bawaslu daerah justru berisiko membiarkan kontestasi politik berjalan tanpa pengawasan di level yang paling rawan terhadap pelanggaran.

Dengan demikian, efisiensi administratif tidak boleh mengorbankan prinsip demokrasi substantif, yaitu keadilan, partisipasi, dan akuntabilitas.

Penulis :
Balian Godfrey