Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Bongkar Praktik Kejam Aplikator Ojol Indonesia

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

DPR Bongkar Praktik Kejam Aplikator Ojol Indonesia
Foto: Anggota DPR Adian Napitupulu mendesak penghapusan biaya layanan aplikasi ojol yang dinilai merugikan pengemudi dan konsumen serta bertentangan dengan regulasi pemerintah. (Dok. Youtube TVR Parlemen)

Pantau - Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung Nusantara mendadak riuh. Di hadapan para pengemudi transportasi online yang memenuhi ruangan, Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu menyampaikan hal mengejutkan. Para driver harus membayar harian agar bisa mendapatkan order.

“Untuk dapat order mereka bayar lagi Rp20 ribu per hari. Sudah mereka bayar (langganan), lalu konsumen memesan dipotong lagi persentasenya minimal 20 persen sampai 50 persen. Pernah nggak kita lakukan audit investigatif untuk keuangan ini?!” ujar Adian, disambut riuh tepuk tangan pengemudi yang hadir.

DPR Soroti Praktik Langganan

Adian menjelaskan bahwa pengemudi tidak cukup hanya bekerja. Mereka juga harus membeli peluang untuk mendapatkan pelanggan. Biaya harian sebesar Rp20 ribu dibayar agar aplikasi memberikan prioritas.

“Mereka bayar untuk dapatkan order prioritas (biaya ini) di luar potongan. Kejam sekali! Yang selama ini terpublikasi ‘potongan-potongan’. Tidak! Ada biaya layanan dan biaya jasa aplikasi dan ada beli order. Ketika temen-temen ini nggak beli order, nggak bayar 20 ribu mereka nggak dapat order, mereka nggak dapat pesanan,” tegas Adian.

Menurutnya sistem seperti ini menyiksa para driver. Ia menyoroti bahwa skema langganan ini tidak pernah dijelaskan secara transparan ke publik.

Biaya Harian Menyengsarakan Driver

Adian juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktik pungutan ini. Meski sudah ada aturan soal komisi lewat Keputusan Menteri Perhubungan No KP 1001 Tahun 2022 biaya tambahan seperti langganan order belum punya dasar hukum.

“Kita bisa diperdebatkan (potongan komisi) 15 persen dan 5 persen ada KP-nya. Seburuk-buruknya KP, dia dasar hukum. Negara biarkan ini (potongan biaya layanan dan biaya jasa aplikasi) terjadi bertahun-tahun. Ini aneh menurut saya. Kita sepertinya hidup bernegara tanpa negara,” ujarnya.

Adian menolak dalih aplikator yang menyebut sistem seperti itu juga terjadi di luar negeri. Ia mengingatkan bahwa Indonesia harus punya aturan sendiri yang berpihak pada rakyat.

“Saya minta ini (biaya layanan dan aplikasi) dicabut, tidak boleh ada! Dalam konferensi pers aplikator kemarin (20/5) disampaikan bahwa dasar mereka menggunakan ini hanya karena di negara lain dipakai. Tapi peristiwa di negara lain itu bukan dasar hukum di Indonesia. Jadi bukan cuma (potongan komisi) 10 persen (yang dicabut) tapi (langganan order) ini juga,” tegas Adian.

Aturan Aplikasi Direformasi Segera

Adian menyarankan agar Indonesia meniru negara lain yang telah beralih ke sistem langganan tetap bukan potongan tidak transparan seperti sekarang.

“Di India sekarang tidak lagi ada potongan komisi. Yang ada apa? Yang ada driver berlangganan aplikasi. Nah potongan langganan ini berlaku tetap. Nah itu lah nanti masa depan driver online, hubungannya dengan aplikasi sangat logis,” kata Adian yang juga Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat BAM DPR RI.

Sebagai penutup ia meminta agar DPR membahas isu ini secara menyeluruh

“Nah maksud saya ini juga harus jadi pembahasan kita agar pemahaman kita terhadap masalah-masalah driver online ini utuh. Jangan kemudian kita cuma melihat persoalan persentase (komisi). Tidak juga, tapi bagaimana mereka memungut sesuatu dari rakyat dalam jumlah banyak tanpa dasar hukum dan bagaimana kemudian mereka diminta membeli ordernya ke aplikator,” tutupnya.

Sebelumnya ribuan pengemudi ojol dan taksi online dari berbagai daerah melakukan aksi besar pada Selasa 20 Mei 2025 menyuarakan lima tuntutan utama yaitu potongan maksimal 10 persen kenaikan tarif pengantaran regulasi layanan barang dan makanan penetapan tarif bersih serta UU khusus Angkutan Online Indonesia

Penulis :
Khalied Malvino
Editor :
Tria Dianti