Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ketenagakerjaan Ramah Lansia Kunci Sukses Transisi Demografi Menuju Indonesia Maju

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Ketenagakerjaan Ramah Lansia Kunci Sukses Transisi Demografi Menuju Indonesia Maju
Foto: Penuaan penduduk jadi tantangan dan peluang: lansia Indonesia harus dilibatkan dalam visi Indonesia Emas 2045(Sumber: ANTARA/Pradita Kurniawan Syah)

Pantau - Indonesia tengah memasuki fase penuaan penduduk yang ditandai dengan meningkatnya jumlah warga lanjut usia (lansia), yang mencapai 12 persen dari total populasi pada 2024 dan diperkirakan melonjak menjadi 20,31 persen pada 2045.

Harapan hidup nasional kini mencapai 72 tahun, mencerminkan peningkatan kualitas hidup namun sekaligus menimbulkan tantangan baru bagi sistem sosial dan ketenagakerjaan.

Tren demografis ini terjadi bersamaan dengan upaya Indonesia meraih status negara maju melalui visi “Indonesia Emas 2045”.

Tanpa strategi ketenagakerjaan yang mengakomodasi keterlibatan lansia secara bermakna, Indonesia berisiko kehilangan potensi sumber daya manusia berharga.

Saat ini, sebanyak 56,16 persen lansia masih aktif secara ekonomi, namun mayoritas—sebesar 84,75 persen—berada di sektor informal dengan penghasilan rata-rata Rp2,07 juta per bulan.

Data ini menunjukkan bahwa partisipasi kerja lansia lebih didorong oleh kebutuhan ekonomi ketimbang pilihan sadar, akibat rendahnya kepemilikan pensiun formal dan tabungan hari tua.

Kondisi ini diperparah oleh menurunnya dukungan antargenerasi dalam struktur keluarga, membatasi pilihan lansia untuk hidup layak di usia senja.

Lansia Adalah Kontributor: Perlu Kerangka Kebijakan Inklusif dan Bebas Diskriminasi

Pandangan masyarakat yang mengasosiasikan lansia dengan ketergantungan perlu diubah.

Penuaan yang produktif dan bermakna harus menjadi landasan kebijakan nasional, terutama karena populasi lansia mendatang lebih terdidik dan berpotensi aktif di sektor formal.

Kebijakan ketenagakerjaan yang ramah lansia perlu dibangun dengan prinsip fleksibilitas, keberlanjutan, dan otonomi.

Ini mencakup perlindungan hukum, pengembangan keterampilan, sistem kerja fleksibel seperti paruh waktu dan kerja jarak jauh, serta pensiun bertahap.

Perusahaan perlu insentif seperti pemotongan pajak atau subsidi untuk mempekerjakan lansia.

Pelatihan keterampilan berbasis usia dan infrastruktur publik yang inklusif—termasuk transportasi dan layanan digital—juga sangat krusial.

Implementasi kebijakan juga harus tegas dalam menegakkan aturan anti-diskriminasi usia, sebagaimana tertuang dalam UU No. 21 Tahun 1999 yang meratifikasi Konvensi ILO No. 111.

Namun, pelaksanaannya masih lemah dan belum efektif, terutama dalam melindungi lansia perempuan yang menghadapi diskriminasi ganda dalam akses kerja dan keuangan.

Tanpa penghapusan diskriminasi usia dan regulasi yang mengakomodasi kebutuhan unik lansia, Strategi Nasional Kelanjutusiaan (Stranas Lansia) tidak akan efektif.

Transisi demografi bukan beban, melainkan peluang membangun ekonomi inklusif jika lansia dipandang sebagai kontributor aktif.

Kebijakan ketenagakerjaan ramah lansia adalah kunci menuju Indonesia yang adil, berdaya, dan sejahtera dalam menyongsong 2045.

Penulis :
Balian Godfrey