
Pantau - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa makna produktivitas kini tidak lagi sekadar diukur dari efisiensi waktu dan biaya, tetapi juga dari kontribusi perusahaan dalam membangun sistem kerja yang inklusif dan berkelanjutan.
"Di dunia saat ini, produktivitas bukan hanya tentang melakukan hal-hal lebih cepat atau lebih murah, tetapi bagaimana membantu orang-orang, institusi, dan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan. Termasuk membangun sistem yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan," ujar Yassierli.
Ia menekankan bahwa tantangan perubahan iklim dan kemajuan teknologi harus dihadapi secara kolektif dalam penyusunan kebijakan.
Salah satu pendekatan yang disorot adalah produktivitas hijau, yakni integrasi aspek keberlanjutan dengan inovasi dan kinerja perusahaan.
Adopsi konsep produktivitas hijau ini diharapkan mampu memperkuat transisi menuju pembangunan berkelanjutan secara kolaboratif bersama negara-negara lain.
Indra Singawinata Kembali Pimpin APO, Bawa Kepercayaan Internasional bagi Indonesia
Dalam kesempatan yang sama, Menaker memberikan ucapan selamat kepada Indra Pradana Singawinata yang kembali terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Asian Productivity Organization (APO) periode 2025–2028.
Indra telah menjabat posisi tersebut selama tiga periode berturut-turut sejak 2019, dan dalam pemilihan di sidang ke-67 Governing Body (GB) APO di Jakarta, ia meraih 16 dari 20 suara, mengungguli kandidat dari Korea Selatan dan Filipina.
"Posisi strategis ini memberikan nilai positif kepada Indonesia sehingga, memberikan kepercayaan internasional bahwa Indonesia mampu memimpin organisasi regional dan internasional," ujar Indra.
APO merupakan organisasi antar pemerintah yang didirikan pada tahun 1961 dan kini beranggotakan 21 negara di kawasan Asia-Pasifik, dengan tujuan meningkatkan produktivitas melalui riset dan pengembangan pusat-pusat keunggulan.
Menaker Yassierli menyatakan bahwa pertemuan GB APO ke-67 menjadi bagian dari komitmen jangka panjang untuk memperkuat solidaritas regional berbasis pembelajaran bersama dan saling menghormati.
"Pertemuan ini bukan hanya formalitas, seremonial belaka, tetapi juga menjadi ruang terbuka dan bisa saling berkoneksi. Karena setiap negara anggota membawa kekuatan, tantangan, dan perspektif yang berbeda," tambahnya.
- Penulis :
- Balian Godfrey