
Pantau - Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai Jalan Tol Cibitung–Cilincing (JTCC) belum efektif dalam mendukung efisiensi distribusi logistik, khususnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Ketua Umum ALI, Mahendra Rianto, menyatakan bahwa JTCC yang merupakan bagian dari jaringan JORR 2, sebenarnya memiliki posisi strategis karena menghubungkan kawasan industri di timur Jakarta dengan Pelabuhan Tanjung Priok.
Tol ini dirancang untuk mempercepat arus distribusi logistik dengan menyediakan jalur khusus kendaraan barang.
"Tol ini berpotensi mengurangi kemacetan dan mempercepat waktu tempuh menuju Pelabuhan Tanjung Priok karena memang dikhususkan untuk jalur kendaraan logistik, tidak seperti jalan tol lain yang dilalui berbagai jenis kendaraan dengan ritme kecepatan berbeda", ujarnya.
Tarif Tinggi dan Regulasi Jadi Penghambat
Meskipun secara desain mendukung distribusi barang, Mahendra menilai pemanfaatan JTCC masih rendah karena tarif tol yang dianggap terlalu mahal bagi pelaku usaha logistik.
Kondisi ini menyebabkan banyak perusahaan lebih memilih jalur arteri yang gratis atau tol lain yang lebih murah, meskipun rutenya lebih jauh dan rawan kemacetan.
Akibatnya, arus logistik menuju Pelabuhan Tanjung Priok masih bergantung pada Tol Jakarta–Cikampek (Japek) dan jalur non-tol lainnya.
Kemacetan di jalur tersebut menyebabkan pemborosan bahan bakar dan meningkatkan biaya operasional logistik, yang pada akhirnya membebani harga barang bagi masyarakat.
Mahendra menjelaskan bahwa jika lalu lintas dapat lebih lancar, maka dampaknya akan signifikan terhadap efisiensi logistik nasional.
Efisiensi tersebut tak hanya menguntungkan dunia usaha, tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada pemerintah dan masyarakat.
"Jika volume kendaraan di sebuah ruas tol sedikit dan jalan arteri tetap padat maka penyebab utamanya kemungkinan besar adalah tarif tol yang terlalu mahal", ungkapnya.
Ia menilai infrastruktur baru seperti JTCC belum berhasil mendorong peralihan signifikan arus logistik dari jalan arteri ke jalan tol.
"Optimalisasi JTCC bisa berkontribusi terhadap efisiensi operasional logistik nasional. Oleh karena itu, diperlukan intervensi pemerintah untuk mendorong efisiensi distribusi barang, baik dari sisi waktu tempuh maupun biaya operasional agar jalur logistik dapat berjalan lebih efektif", tegas Mahendra.
Butuh Integrasi dan Penyesuaian Tarif
Mahendra juga menyoroti perlunya integrasi koridor wilayah logistik sebagai solusi jangka panjang.
Langkah ini bertujuan menciptakan sistem jalur logistik yang saling terhubung antar kawasan industri, pusat distribusi, dan pelabuhan.
Integrasi tersebut akan memperlancar pengiriman barang serta membuka peluang penyesuaian tarif tol yang lebih terjangkau dan kompetitif bagi pengguna logistik.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengungkapkan bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta turut memperburuk kemacetan.
Berdasarkan data tahun 2024, terjadi penambahan sekitar 2.500 hingga 3.000 kendaraan setiap hari di wilayah Jakarta.
Syafrin juga menyebut bahwa adanya perbedaan tarif yang mencolok antara JORR 1 dan JORR 2 turut memengaruhi pola lalu lintas.
Banyak pengemudi memilih tidak menggunakan JORR 2 karena tarifnya lebih tinggi, sehingga lalu lintas menumpuk di JORR 1 dan jalur-jalur pendukung lainnya.
Kondisi ini tidak hanya berdampak pada masyarakat, tetapi juga pada pelaku logistik yang membutuhkan jalur distribusi cepat dan efisien.
Secara terpisah, Kompol Sandy Titah Nugraha, Kepala Induk Turangga 05 Korlantas Polri Induk PJR Cikampek, juga menyoroti potensi JTCC dalam mengurai kemacetan.
"Integrasi koridor wilayah logistik antara Tol Cibitung–Cilincing dengan jaringan tol lainnya seperti Japek akan membantu pemerataan lalu lintas logistik", ujarnya.
Menurut Kompol Sandy, integrasi tersebut juga dapat memperlancar arus distribusi menuju Pelabuhan Tanjung Priok dan mengurai kemacetan di titik-titik krusial seperti Simpang Susun Cikunir.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti