
Pantau - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan ekspor ikan kerapu dan napoleon dari Natuna dan Anambas ke Hongkong terhenti sejak Maret 2025 akibat kebijakan ketat Pemerintah Beijing terhadap pengawasan barang masuk lewat laut.
Kepala Pangkalan PSDKP Batam, Semuel Sandi Rundupadang, mengungkap bahwa keputusan tersebut merupakan respons China terhadap risiko penyelundupan barang ke Hongkong imbas perang dagang dengan Amerika Serikat.
Kapal-kapal dari Hongkong tidak lagi merapat ke pelabuhan di Natuna dan Anambas, sehingga menghentikan proses pengambilan ikan secara langsung.
Fenomena serupa juga pernah terjadi di Bitung, Makassar, Tarakan, dan Manado.
Beberapa pelaku usaha tetap mengirim ikan ke Hongkong lewat jalur udara, namun metode ini jauh lebih mahal.
Ongkos Udara Mahal, Nelayan Natuna dan Anambas Terpukul
Biaya pengiriman udara dari Makassar ke Hongkong mencapai Rp35 ribu per kilogram, dengan sebagian besar isi kargo adalah air untuk menjaga kesegaran ikan.
Pengiriman ini hanya cocok untuk ikan kualitas super seperti Kerapu Sunu yang memiliki nilai jual tinggi.
Sementara itu, kerapu dari Natuna dan Anambas didominasi jenis macan dan kertang, yang nilai jualnya tidak sebanding dengan ongkos udara.
“Jika pelaku usaha tetap memaksakan kirim lewat udara, mereka bisa merugi,” kata Semuel.
Situasi ini membuat nelayan pembudidaya di Natuna dan Anambas resah, sementara pemerintah turut kehilangan potensi pemasukan dari ekspor laut.
Semuel menegaskan bahwa penyelesaian masalah ini berada di tingkat pusat karena menyangkut hubungan bilateral Indonesia dan China.
“Kami telah melaporkan situasi ini ke pusat, untuk penyelesaian persoalan menjadi domain dari pemerintah pusat karena melibatkan dua negara.”
- Penulis :
- Balian Godfrey









