HOME  ⁄  Nasional

Dari Nabi Ibrahim hingga Enzim: Ibadah Kurban sebagai Harmoni Ilmu dan Ketakwaan

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Dari Nabi Ibrahim hingga Enzim: Ibadah Kurban sebagai Harmoni Ilmu dan Ketakwaan
Foto: Kurban ajarkan makna ikhlas hingga tingkat sel: integrasi spiritualitas dan biokimia dalam ibadah Idul Adha(Sumber: ANTARA FOTO/Didik Suhartono/rwa.)

Pantau - Setiap tanggal 10 Zulhijah, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban untuk memperingati ketaatan Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan perintah Allah SWT menyembelih putranya, Ismail AS, yang akhirnya digantikan oleh seekor hewan sebagai bentuk kasih sayang Allah.

Ibadah kurban merupakan wujud kepatuhan dan keikhlasan seorang hamba kepada Tuhannya, dan diajarkan oleh Rasulullah SAW agar dilakukan dengan penuh kasih, seperti menggunakan pisau yang tajam, tidak menyiksa hewan, serta membuat hewan tenang sebelum disembelih.

Prinsip tersebut sejalan dengan nilai animal welfare dan keamanan pangan modern, menunjukkan bahwa ajaran Islam telah selaras dengan ilmu pengetahuan sejak awal.

Makna terdalam dari kurban bukan pada hewan atau darahnya, melainkan pada niat dan ketakwaan pelaksanaannya.

Namun secara biologis, proses penyembelihan yang benar juga sangat penting untuk menghasilkan daging yang bersih, sehat, dan tahan lama.

Enzim: “Amal Jariyah” dalam Tubuh Hewan Kurban

Setelah disembelih, tubuh hewan masih “hidup” secara seluler karena energi dan enzim masih bekerja.

Proses biologis yang berlangsung mencakup apoptosis (kematian sel terprogram), bukan nekrosis (kematian sel karena kerusakan), menghasilkan daging yang lebih empuk dan higienis.

Enzim seperti protease dan ATPase bekerja memecah protein dan energi otot, melunakkan daging secara alami dan membantu pengeluaran darah secara maksimal.

Penyembelihan syar’i yang memotong trakea, esofagus, dan dua pembuluh darah besar memungkinkan perdarahan optimal, mengurangi mikroba, dan menjaga kualitas daging.

Tahap rigor mortis dan autolisis kemudian terjadi, dengan enzim seperti kathepsin dan kalpain memecah jaringan otot dan ikat, menciptakan rasa daging yang thayyib.

Jika penyembelihan tidak dilakukan secara syar’i, aktivitas enzim terganggu, produksi asam laktat meningkat, dan daging lebih cepat rusak.

Enzim mikroba juga digunakan dalam pengolahan pascakurban, seperti fermentasi sosis, abon, dan dendeng.

Penelitian oleh Rahman dkk. (2020) dan Toldrá (2016) menunjukkan bahwa penyembelihan sesuai syariat menghasilkan kondisi biokimia terbaik.

Di industri, enzim rekombinan seperti papain (dari pepaya), bromelain (dari nanas), dan transglutaminase digunakan untuk menjaga kelezatan, kehalalan, dan efisiensi pengolahan daging.

BPJPH dan MUI menegaskan bahwa enzim dalam pangan harus berasal dari bahan halal dan thayyib, termasuk bila melalui fermentasi mikroba.

Kurban, Ilmu, dan Inspirasi Pengabdian

Enzim, dalam perspektif spiritual, adalah simbol pengorbanan dan keikhlasan.

Ia bekerja tanpa pamrih, mengikuti perintah DNA dan lingkungan bahkan setelah sel mati—menginspirasi manusia untuk tetap mengabdi dalam keadaan apa pun.

Dalam konteks biologi, enzim bisa dianalogikan sebagai “amal jariyah” dalam tubuh hewan kurban.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Konsep “pengorbanan enzim” dapat digunakan sebagai pendekatan edukatif dalam pembelajaran Biokimia dan Biologi Umum.

Praktikum pelunakan daging dengan dan tanpa enzim menjadi metode pengajaran yang mengintegrasikan sains dan Islam secara utuh.

Kurban adalah pelajaran hidup tentang ikhlas, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap makhluk Allah.

Dari perspektif ilmiah, seluruh proses tubuh makhluk hidup adalah ciptaan yang rapi dan penuh hikmah.

Ibadah kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi menyelami makna kehidupan dan spiritualitas yang dalam.

Semoga ibadah kurban menjadi sarana pengorbanan, keikhlasan, dan pengabdian—baik lahir maupun batin—bagi seluruh umat manusia.

Penulis :
Balian Godfrey
Editor :
Tria Dianti