
Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) resmi meluncurkan program 1.000 masjid ramah penyandang disabilitas dan lansia sebagai upaya menjadikan masjid ruang ibadah yang inklusif, nyaman, dan dapat diakses semua kalangan, termasuk kelompok rentan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyatakan bahwa masjid harus berkembang menjadi pusat pelayanan sosial dan pemberdayaan umat yang aman dan nyaman bagi semua.
“Bayangkan para lansia bertemu sahabat seangkatannya di masjid, saling menyapa, saling cerita. Tempat yang paling indah untuk mereka adalah masjid. Maka sudah saatnya kita benahi agar masjid benar-benar jadi rumah yang memuliakan semua,” ungkapnya.
Masjid Inklusif: Bukan Hanya Arsitektur, Tapi Juga Cara Pandang
Program ini tidak hanya menitikberatkan pada aspek fisik, tetapi juga menyasar perubahan cara pandang pengurus dan jamaah masjid terhadap penyandang disabilitas dan lansia.
Kesadaran kolektif dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap warga negara berhak mengakses layanan keagamaan secara aman, bermartabat, dan setara.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, mengungkapkan bahwa kondisi masjid saat ini masih jauh dari ideal dalam hal aksesibilitas.
“Data survei dari Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat menyebutkan dari 47 masjid yang dicek, 46 di antaranya belum ramah terhadap penyandang disabilitas dan lansia. Ini pukulan besar bagi kita,” ujarnya.
Temuan tersebut mencerminkan bahwa masjid belum sepenuhnya diperlakukan sebagai ruang publik yang menjunjung prinsip keadilan akses.
Berdasarkan data BPS, sekitar 8,5 persen atau sekitar 23 juta penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas.
“Kita harus ubah mindset. Jangan lagi ada anggapan bahwa penyandang disabilitas cukup ibadah di rumah,” tegas Arsad.
Standar Fisik dan Dukungan Komunitas Jadi Prioritas
Sebagai dasar hukum, Kemenag telah menerbitkan Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 958 Tahun 2021 yang mencakup standar minimum sarana fisik seperti jalur landai, toilet khusus, serta pelatihan bagi pengelola masjid.
Masjid Istiqlal dan Masjid el-Syifa di Ciganjur, Jakarta Selatan, disebut sebagai contoh masjid yang telah menyediakan akses vertikal dan toilet khusus.
“Ini bukan soal arsitektur semata, tapi menyangkut cara pandang kita terhadap siapa saja yang berhak mendapat tempat di masjid. Tugas kita sekarang adalah memastikan hasil program ini betul-betul diteruskan ke tingkat pengelola masjid,” tambah Abu Rokhmad.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Masyhuri Malik, juga menyatakan dukungan terhadap program masjid inklusif ini.
Ia menegaskan bahwa masjid memiliki fungsi penting sebagai pusat pembinaan komunitas, termasuk bagi kalangan lansia.
“Kalau lansia berkumpul dan aktif di masjid, itu bikin mereka panjang umur,” ujarnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Tria Dianti