
Pantau - Seorang guru bersertifikat pendidik bernama Sri Hartono mengajukan permohonan uji konstitusionalitas terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan tuntutan agar usia pensiun guru diperpanjang dari 60 tahun menjadi 65 tahun seperti dosen.
Hartono berpendapat bahwa perbedaan usia pensiun antara guru dan dosen bertentangan dengan prinsip meritokrasi dalam kebijakan aparatur sipil negara (ASN).
“Ketentuan yang membedakan usia pensiun antara guru dan dosen tidak mencerminkan prinsip meritokrasi,” ungkapnya.
Ia menyatakan bahwa perbedaan tersebut menimbulkan ketidakadilan dan menciptakan ketegangan sosial antara profesi guru dan dosen.
Menurut Hartono, usia pensiun guru yang lebih rendah berdampak langsung terhadap dirinya, baik secara administratif maupun psikologis.
Kekurangan Guru Jadi Alasan Tambahan
Hartono juga menyoroti kekurangan tenaga pendidik di Indonesia sebagai alasan untuk mempertimbangkan perpanjangan usia pensiun.
Ia menyatakan bahwa memensiunkan guru berpengalaman di usia 60 tahun bertentangan dengan upaya pemerintah memperkuat kualitas sumber daya manusia di sektor pendidikan.
Dalam permohonannya, Hartono meminta MK menyatakan bahwa ketentuan mengenai usia pensiun guru tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa usia pensiun disamakan dengan dosen, yakni 65 tahun.
Ia telah mengabdi sebagai guru di tingkat sekolah menengah di Demak, Jawa Tengah, selama puluhan tahun.
MK Minta Perbaikan Permohonan
Dalam sidang pendahuluan yang digelar di Gedung MK pada Selasa, 24 Juni 2025, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti ketidakkonsistenan dalam penyebutan pasal dalam permohonan.
Enny menyatakan bahwa dalam petitum Hartono disebut Pasal 40 ayat (1), padahal ketentuan usia pensiun guru berada di Pasal 30 ayat (4).
“Itu bisa kabur nanti permohonannya. Jadi Pak Hartono harus konsisten dulu, mana yang dimohonkan pengujian yang menurut anggapan Pak Hartono ada persoalan konstitusionalitas norma,” jelas Enny.
Mahkamah memberikan waktu 14 hari kepada Hartono untuk memperbaiki permohonan, dan perbaikan harus diterima MK paling lambat pada Senin, 7 Juli 2025.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf