
Pantau - Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah dengan jeda dua hingga dua setengah tahun sebagai putusan yang paradoks dan tidak konsisten.
Khozin mengkritik bahwa sebelumnya MK pernah menyatakan tidak memiliki kewenangan menetapkan model keserentakan pemilu, namun kini justru memutuskan satu model keserentakan secara tegas.
“MK telah memberikan enam opsi model keserentakan, dan menyatakan bahwa penentuan model adalah ranah pembentuk undang-undang. Sekarang justru menetapkan satu model sendiri. Ini inkonsistensi,” ungkap Khozin.
Putusan Dinilai Tabrak Domain Legislasi
Khozin mengacu pada pertimbangan hukum angka 3.17 dalam Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019, yang secara eksplisit menyatakan bahwa MK tidak berwenang menentukan model keserentakan pemilu.
Ia menyayangkan bahwa putusan terbaru dari MK, yaitu Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, justru bertolak belakang dengan sikap hukum MK sebelumnya.
Menurut Khozin, putusan ini dapat berdampak secara konstitusional terhadap fungsi DPR dan Presiden sebagai pembentuk undang-undang, serta berimplikasi langsung pada teknis pelaksanaan pemilu oleh penyelenggara.
“Hakim konstitusi seharusnya memiliki pandangan yang mendalam dan memproyeksikan segala kemungkinan dampak dari setiap putusan,” tegasnya.
DPR Siapkan Revisi dan Rekayasa Konstitusional
Meskipun mengkritik isi putusan, Khozin menyatakan bahwa DPR tetap akan menjadikan putusan tersebut sebagai masukan penting dalam revisi Undang-Undang Pemilu.
DPR akan melakukan rekayasa konstitusional dalam mendesain sistem kepemiluan ke depan, sesuai dengan ruang legislasi yang dimilikinya.
Putusan MK tersebut menetapkan bahwa pemilu nasional — terdiri dari pemilihan presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD — harus dipisah dari pemilu daerah — mencakup DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah — dengan jeda minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Meski menuai kritik, putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, sehingga akan menjadi acuan dalam desain teknis dan regulasi kepemiluan pada Pemilu 2029 dan seterusnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf