billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kemendagri Dalami Putusan MK Soal Pemisahan Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Kemendagri Dalami Putusan MK Soal Pemisahan Jadwal Pemilu Nasional dan Daerah
Foto: Direktur Jenderal (Dirjen) Polpum Kemendagri Bahtiar (tengah). (sumber: Puspen Kemendagri)

Pantau - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan tengah mendalami secara menyeluruh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan adanya jeda antara penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah dengan selisih waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.

Dampak Regulasi dan Skema Pembiayaan Jadi Sorotan

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kemendagri, Bahtiar, menyampaikan bahwa pihaknya sedang mempelajari substansi putusan MK tersebut sebelum mengambil langkah lanjutan.

"Kami di Kemendagri terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh," ungkapnya.

Kemendagri akan segera mengundang pakar dan ahli untuk mendapatkan perspektif yang lebih komprehensif atas dampak putusan terhadap sistem penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal.

Pembahasan juga mencakup potensi implikasi terhadap pembiayaan pemilu yang akan mengalami penyesuaian jika pemilu diselenggarakan terpisah.

Bahtiar menambahkan bahwa putusan MK tersebut memengaruhi banyak aspek regulasi yang saat ini berlaku.

"Perubahan jadwal penyelenggaraan pemilu tentu akan memengaruhi banyak aspek, termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya," ia mengungkapkan.

Kemendagri Lakukan Koordinasi Intensif dengan DPR dan Penyelenggara Pemilu

Kemendagri menyatakan akan melakukan komunikasi intensif, baik di internal pemerintah maupun dengan lembaga legislatif seperti DPR, dalam merespons putusan MK tersebut.

"Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang," ujar Bahtiar.

Kemendagri juga akan membahas ulang ketentuan dalam Undang-Undang tentang Pemilu, UU tentang Pilkada, serta UU tentang Pemerintahan Daerah agar selaras dengan putusan MK.

Selain itu, Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait akan menyusun ulang skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang efektif dan efisien, terutama dari sisi pembiayaan.

Putusan MK yang dibacakan sebelumnya menyebutkan bahwa pemilu nasional—yang mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden—harus dipisahkan dari pemilu daerah yang meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti.

MK menyatakan Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali dimaknai sebagai berikut:

“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.”

Penulis :
Shila Glorya