
Pantau - Komisi III DPR RI menggelar rapat kerja bersama tiga pakar hukum tata negara untuk membahas polemik yang timbul dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pemisahan pemilu lokal dan nasional yang akan berlaku mulai 2029.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa putusan tersebut menuai kontroversi karena dinilai melampaui kewenangan MK dalam hal open legal policy, yang seharusnya merupakan ranah pembentuk undang-undang.
"Adanya anggapan bahwa MK telah mengubah konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 terkait kewenangannya dan pelaksanaan pemilu/pilkada, serta adanya indikasi inkonsistensi putusan tersebut terhadap dua putusan MK sebelumnya," ujar Habiburokhman.
Tiga Pakar Dilibatkan, Komisi III Tegaskan Peran Pengawasan
Rapat tersebut menghadirkan tiga narasumber, yaitu advokat sekaligus mantan Hakim MK Patrialis Akbar, Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI Taufik Basari, dan akademisi dari Universitas Indonesia Valina Singka Subekti.
Komisi III menilai pandangan para ahli sangat penting mengingat MK adalah mitra kerja mereka, dan persoalan ini menyangkut pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap lembaga yudikatif.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu nasional yang meliputi pemilihan DPR RI, DPD RI, serta Presiden dan Wakil Presiden akan dipisahkan dari pemilu lokal yang meliputi DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan kepala daerah.
Dengan putusan ini, model pemilu lima kotak yang sebelumnya berlaku dan diputuskan MK sendiri kini tidak lagi diterapkan.
" Jadi putusan MK lima kotak itu bersifat final, putusan kemarin juga bersifat final, nggak tahu yang final yang mana lagi," ujar Habiburokhman menyoroti inkonsistensi antarputusan MK.
Komisi III DPR berkomitmen mendalami isu ini untuk memastikan prinsip-prinsip konstitusi tetap dijaga dan kewenangan antarlembaga tetap pada koridornya.
- Penulis :
- Aditya Yohan