Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Tegaskan Peran Masyarakat dalam UU Zakat

Oleh Khalied Malvino
SHARE   :

DPR Tegaskan Peran Masyarakat dalam UU Zakat
Foto: Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil. (Dok/DPR RI)

Pantau - Sidang pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (8/7/2025).

Dalam persidangan tersebut, DPR RI membacakan keterangan resmi atas permohonan uji materi yang diajukan oleh sejumlah pemohon dalam perkara Nomor 54/PUU-XXIII/2025.

"Zakat adalah kewajiban ibadah yang memiliki dampak sosial dan ekonomi besar," ujar Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil di hadapan Majelis Hakim MK, Jakarta, dikutip Rabu (9/7/2025).

Menurutnya, negara memiliki kewajiban konstitusional dalam mengelola zakat secara profesional agar manfaatnya bisa menjangkau lebih luas. Ia menegaskan, keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) telah sesuai dengan ajaran Islam dan amanat Pasal 29 ayat (1) UUD 1945.

“Negara wajib memastikan pengelolaan zakat dilakukan adil, merata, dan akuntabel,” tegas Nasir saat membacakan sikap resmi DPR RI.

Nasir juga menyebut, tudingan UU Zakat mengekang kebebasan beragama adalah keliru. Pasalnya, UU ini tidak menghalangi umat Islam menunaikan zakat secara syar’i, melainkan justru memastikan zakat tersalurkan dengan sistematis dan tepat sasaran.

“Pengaturan zakat melalui UU bukan pembatasan, tetapi bentuk tanggung jawab negara,” jelas Nasir.

DPR Tegaskan Peran Publik

Selain itu, DPR membantah anggapan UU Zakat menghapus peran masyarakat. Dalam ketentuan undang-undang tersebut, Lembaga Amil Zakat (LAZ) tetap diberi ruang untuk mengelola zakat secara kolektif, selama terdaftar dan berkoordinasi dengan BAZNAS.

“UU ini tidak meniadakan partisipasi masyarakat. Justru memperkuat sinergi,” tambah Legislator Fraksi PKS itu.

Ia juga menjelaskan, pengawasan tetap berjalan secara menyeluruh oleh Kementerian Agama dan instansi pengawas keuangan negara.

Nasir menekankan, audit terhadap laporan keuangan dan kepatuhan syariah dilakukan secara periodik. Pemeriksaan terhadap BAZNAS, termasuk pelaporan tahunan kepada Presiden dan DPR, dijadikan bukti bahwa sistem pengawasan tetap dijalankan.

“Laporan keuangan dan syariah diaudit berkala dan diserahkan ke Presiden serta DPR RI,” lanjut Nasir.

Sejumlah pemohon juga mengusulkan pembentukan Badan Pengaturan dan Pengawas Zakat (BPPZ) untuk menggantikan dominasi BAZNAS. Namun DPR menolak usulan tersebut karena bertentangan dengan prinsip pembagian kewenangan lembaga negara.

“Pembentukan lembaga baru bukan ranah Mahkamah Konstitusi, tapi hak legislatif DPR RI,” tegasnya lagi.

Nasir lalu menyinggung revisi UU Zakat telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025–2029. Proses tersebut membuka peluang bagi publik untuk memberikan masukan melalui kanal resmi DPR.

“DPR terbuka menerima masukan masyarakat dalam pembentukan UU baru,” ungkapnya.

Dalam petitumnya, DPR RI meminta MK menyatakan, para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonan tidak dapat diterima.

DPR juga memohon agar MK menyatakan seluruh pasal dalam UU Zakat tetap sah dan tidak bertentangan dengan UUD 1945, serta diperintahkan untuk dicantumkan dalam Berita Negara RI.

"Apabila Majelis Hakim memiliki pertimbangan lain, kami mohon putusan yang seadil-adilnya," pungkas Nasir.

Penulis :
Khalied Malvino