
Pantau - Komisi II DPR RI masih melakukan kajian mendalam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah, karena dikhawatirkan berpotensi menimbulkan kekosongan jabatan anggota DPRD hingga tiga tahun.
Kekhawatiran DPR Soal Kekosongan Jabatan DPRD
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyampaikan bahwa persoalan utama dari putusan MK ini adalah tidak adanya mekanisme untuk mengisi sementara jabatan anggota DPRD jika pemilu lokal dan nasional dipisah.
"Intinya tidak ada mekanisme DPRD sementara. Itu yang yang sebetulnya jadi isu utama itu. Tidak ada mekanisme DPRD sementara," ungkapnya.
Menurut Dede, jika pemilu lokal diselenggarakan terpisah dari pemilu nasional dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun, maka akan terjadi kekosongan jabatan DPRD yang tidak dapat diatasi dengan sistem yang ada saat ini.
"Misalnya kita bicara begini, 2 tahun atau 2,5 tahun setelah DPR dilantik. DPR dilantik saja itu sudah 8 bulan kemudian," ia menambahkan.
Revisi Undang-Undang Diperlukan
Putusan MK ini juga dinilai Dede sebagai keputusan yang menimbulkan banyak polemik di kalangan politisi dan pakar hukum.
"Berarti harus ada undang-undang baru, undang-undang transisi misalnya. Jadi banyak faktor yang menjadikan ketatanegaraan kita jadi berubah total. Keputusan MK itu terlalu jauh," jelasnya.
Untuk menyesuaikan pelaksanaan putusan MK, setidaknya empat Undang-Undang harus direvisi, yaitu UU Pemilu, UU Pilkada, UU Pemerintahan Daerah, dan UU Otonomi Khusus.
Komisi II DPR RI juga menyatakan masih menunggu arahan dari Pimpinan DPR RI terkait kelanjutan pembahasan revisi UU Pemilu yang kemungkinan besar akan dibahas melalui Badan Legislasi DPR.
"Jadi banyak faktor lah. Kami tentu harus menimbang dan mendengar masukan dari pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan para ketua umum," ia mengungkapkan.
- Penulis :
- Shila Glorya