
Pantau - Menteri Luar Negeri RI Sugiono menegaskan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS tidak akan mengubah posisi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, serta tetap memegang teguh prinsip non-blok.
Sugiono menyampaikan bahwa sejarah telah membuktikan bahwa saat Indonesia berpihak pada salah satu blok kekuatan global, justru muncul perpecahan di tengah masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan untuk merespons kekhawatiran sejumlah pihak bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS bisa menandai perubahan arah kebijakan luar negeri Indonesia menuju keberpihakan pada blok kekuatan tertentu.
Indonesia Resmi Bergabung dengan BRICS
Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS sejak Januari 2025.
Keanggotaan ini merupakan bagian dari langkah strategis Indonesia dalam memperkuat diplomasi global yang berlandaskan prinsip saling menghormati dan kepentingan nasional.
Tahun ini, Brasil memegang keketuaan BRICS dan menjadi tuan rumah KTT BRICS 2025 di Rio de Janeiro.
Sugiono menuturkan bahwa keanggotaan di BRICS merupakan kelanjutan dari kebijakan luar negeri aktif Indonesia, yang sebelumnya telah tergabung dalam APEC dan kini sedang dalam proses aksesi ke OECD.
Ia juga menyebut keputusan ini tidak diambil secara tergesa-gesa.
"Keputusan untuk bergabung dilakukan melalui pertimbangan panjang dan mendalam," ungkapnya.
Sugiono menjelaskan bahwa BRICS menjadi wadah penting untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang di kawasan Global South.
Komitmen Menjadi Tetangga yang Baik
Sugiono menambahkan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto menekankan pentingnya menjadikan Indonesia sebagai "tetangga yang baik" bagi negara-negara lain.
"Menjadi tetangga yang baik artinya kita ingin membangun hubungan yang dilandasi saling menghormati dan berlandaskan pada kepentingan nasional kita, dengan negara-negara lain," ia mengungkapkan.
Untuk itu, Kementerian Luar Negeri RI terus menjaga komunikasi intensif dengan negara-negara sahabat.
Pada KTT BRICS 2025 di Rio de Janeiro, Presiden Prabowo Subianto bersama Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva sepakat untuk menghidupkan kembali semangat Konferensi Asia Afrika (KAA) Bandung sebagai fondasi solidaritas negara-negara berkembang.
Dalam pidatonya pada sesi Perdamaian dan Keamanan BRICS serta Tata Kelola Global tanggal 6 Juli 2025, Presiden Lula menyebut Konferensi Bandung sebagai tonggak penting dalam sejarah perlawanan terhadap dominasi blok kekuatan dunia.
"Sebagian besar negara yang kini tergabung dalam BRICS merupakan pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sepuluh tahun kemudian, Konferensi Bandung menolak pembagian dunia ke dalam zona-zona pengaruh, dan memperjuangkan tatanan internasional yang multipolar. BRICS adalah pewaris semangat Gerakan Non-Blok," tegasnya.
Indonesia menegaskan komitmennya untuk tetap menjadi bagian dari upaya membangun dunia yang adil, setara, dan inklusif, sejalan dengan prinsip-prinsip Gerakan Non-Blok yang diwarisi sejak Konferensi Bandung 1955.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf