
Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) resmi meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai pendekatan baru dalam pendidikan keagamaan di Indonesia, yang menekankan nilai cinta, kebersamaan, dan tanggung jawab ekologis sejak pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Kurikulum ini tidak hanya berfokus pada transfer ilmu, tetapi juga pada pembentukan karakter dan empati antarmanusia melalui titik temu, bukan perbedaan.
Peluncuran KBC dilakukan di Asrama Haji Sudiang, Makassar, dan dihadiri oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Suyitno, para rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), Kepala Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan, dan disaksikan secara luring maupun daring.
Jawab Krisis Kemanusiaan, Kemenag Siapkan Panduan Guru
Menteri Agama Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa KBC lahir dari keprihatinan terhadap krisis kemanusiaan yang terus berulang, dan pendidikan diyakini sebagai pintu masuk perubahan sosial yang mendalam.
"Kita bermaksud menciptakan suatu hegemoni sosial yang lebih elegan, yang lebih harmoni, dengan menekankan aspek titik temu, bukan perbedaan. Jangan sampai kita mengajarkan agama, tapi tidak sadar menanamkan kebencian kepada yang berbeda," ujarnya.
Kemenag telah menyusun panduan implementasi KBC dan menyerahkannya secara simbolis kepada sejumlah guru.
"Nanti ada buku pintarnya untuk setiap guru. Kurikulum ini akan membuat anak-anak kita akrab satu sama lain tanpa harus menanggalkan keyakinan mereka. Mereka tetap beragama, tapi bisa saling menghargai," lanjutnya.
Awal Gerakan Nasional Pendidikan Cinta
Peluncuran ini bukan sekadar seremonial, melainkan menjadi awal dari gerakan nasional yang akan melibatkan seluruh elemen pendidikan Islam di Indonesia.
Langkah selanjutnya adalah sosialisasi menyeluruh kepada para guru agar memahami filosofi dan teknis pelaksanaan KBC secara efektif.
Penyesuaian juga akan dilakukan pada metode pembelajaran, materi ajar, serta penyediaan fasilitas pendukung, untuk mendukung perubahan pendekatan pendidikan dari sekadar kognitif menjadi berbasis kasih sayang dan empati.
KBC diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan peserta didik, termasuk dalam membentuk generasi yang toleran, inklusif, dan peduli terhadap sosial serta lingkungan.
"Teologi ini harus bisa melahirkan logos yang hebat, lalu menjadi habit yang istimewa. Kalau ini terwujud, warna-warna perbedaan tidak akan tampak norak. Kita disatukan oleh satu ikatan primordial: cinta," tegas Nasaruddin.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf