Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Dorong Reklamasi Tambang Jadi Proyek Karbon Nasional, Berpotensi Hasilkan Miliaran Dolar

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

DPR Dorong Reklamasi Tambang Jadi Proyek Karbon Nasional, Berpotensi Hasilkan Miliaran Dolar
Foto: Anggota Komisi XII DPR RI Cek Endra (sumber: ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)

Pantau - Anggota Komisi XII DPR RI, Cek Endra, menegaskan bahwa reklamasi pascatambang harus diintegrasikan dengan program karbon, bukan sekadar memenuhi kewajiban lingkungan.

Pendekatan ini dinilai penting sebagai peluang ekonomi baru melalui perdagangan karbon di pasar domestik maupun internasional.

"Reklamasi jangan sekadar menutup lubang tambang. Lahan bekas tambang harus menjadi carbon sink yang mampu menghasilkan kredit karbon untuk mendukung target Net Zero Emission 2060. Ini peluang ekonomi hijau yang harus kita tangkap," ungkapnya.

Menurut Cek Endra, potensi ekonomi dari perdagangan karbon sangat besar dan perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh Indonesia.

Proyeksi dari IDXCarbon menyebutkan bahwa nilai perdagangan karbon di Indonesia bisa mencapai Rp3.000 triliun hingga tahun 2030.

Saat ini, harga karbon global berada pada kisaran USD 5–20 per ton CO2.

Dengan pendekatan reklamasi berbasis reforestasi, pendapatan dari pasar karbon bisa mencapai miliaran dolar.

"Setiap hektar lahan bekas tambang yang direklamasi dengan hutan atau agroforestri dapat menyerap 200–300 ton CO2 per tahun. Jika kita mengelola 1 juta hektar, potensi penyerapan bisa mencapai 200 juta ton CO2 atau setara USD 2–4 miliar per tahun di pasar karbon internasional. Ini bukan beban biaya, tapi investasi jangka panjang," ia mengungkapkan.

Contoh Internasional dan Keunggulan Iklim Tropis Indonesia

Cek Endra menjelaskan bahwa beberapa negara telah sukses menjalankan program serupa dengan pendekatan inovatif.

Australia, misalnya, menerapkan rehabilitation bond dan offset karbon melalui Emissions Reduction Fund.

Kanada menggunakan skema carbon offset program dengan reklamasi berbasis hutan dan habitat satwa.

Jerman mentransformasi tambang lignit menjadi danau wisata dan pembangkit listrik tenaga surya sebagai bagian dari transisi energi.

Afrika Selatan memanfaatkan lahan bekas tambang batubara untuk agroforestri karbon yang dijual ke pasar karbon sukarela global.

Cek Endra menekankan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis karena keunggulan iklim tropis dengan daya serap karbon tinggi.

"Indonesia punya keunggulan iklim tropis yang memiliki daya serap karbon tinggi. Jika kebijakan insentif dan tata kelola reklamasi diperkuat, kita bisa menjadi benchmark global dalam green mining," jelasnya.

Langkah Strategis dan Dorongan Insentif dari DPR

Komisi XII DPR RI akan mendorong sejumlah langkah strategis untuk mendorong integrasi reklamasi dengan proyek karbon.

Langkah itu meliputi pemberian insentif fiskal bagi perusahaan yang melakukan reklamasi berbasis karbon.

Selain itu, akan diberikan pengurangan jaminan reklamasi bagi tambang yang berhasil mencapai target carbon sink.

DPR juga mendorong kewajiban registrasi proyek karbon di IDXCarbon guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.

"Kolaborasi investasi hijau melalui kemitraan publik-swasta juga harus diperkuat agar proyek ini berjalan cepat," tegasnya.

Cek Endra menambahkan bahwa insentif fiskal bukan beban, melainkan strategi untuk mendatangkan penerimaan baru negara.

"Dampak ekonominya jauh lebih besar. Penerimaan negara bisa diperoleh dari pajak karbon, dividen BUMN tambang, dan investasi baru yang masuk karena citra ESG yang lebih baik. Insentif ini harus dilihat sebagai investasi strategis, bukan beban anggaran," ia menambahkan.

Penulis :
Shila Glorya