billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ahmad Labib Desak Reformasi KEK untuk Dongkrak Manufaktur Nasional dan Akhiri Ketertinggalan ASEAN

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Ahmad Labib Desak Reformasi KEK untuk Dongkrak Manufaktur Nasional dan Akhiri Ketertinggalan ASEAN
Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib (sumber: DPR RI)

Pantau - Anggota Komisi VI DPR RI Ahmad Labib menilai bahwa optimalisasi peran Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) merupakan langkah strategis yang harus segera diambil untuk mempercepat pemulihan industri manufaktur Indonesia.

Ia menyebut KEK seharusnya menjadi pusat pertumbuhan baru sekaligus motor penggerak industrialisasi nasional.

"KEK seharusnya menjadi motor penggerak industrialisasi dan pusat pertumbuhan baru. Namun, selama ini KEK masih terhambat oleh birokrasi dan koordinasi lintas sektor yang lamban," ungkapnya.

Dorongan Kewenangan Penuh untuk Otoritas KEK

Ahmad Labib mendorong agar otoritas KEK diberikan kewenangan penuh dalam berbagai aspek strategis, mulai dari perizinan, investasi, ketenagakerjaan, hingga pengelolaan infrastruktur secara terintegrasi.

"Berbagai urusan sebaiknya bisa diselesaikan langsung di tingkat otoritas KEK tanpa harus bergantung ke kementerian atau lembaga pusat. Ini akan mempercepat proses investasi dan produksi," ia mengungkapkan.

Labib juga mendesak pemerintah agar menyalurkan stimulus pembiayaan secara terarah kepada sektor industri bernilai tambah tinggi yang berada di dalam KEK.

Langkah ini dinilai penting untuk mendorong transformasi struktural ekonomi Indonesia agar tidak lagi bergantung pada ekspor komoditas mentah.

"Ini momentum untuk membenahi fondasi industri kita. Jangan sampai Indonesia tertinggal lebih jauh di tengah pemulihan regional yang sudah mulai menggeliat," tegasnya.

PMI Indonesia Terendah di ASEAN, Perlu Perbaikan Struktural

Dalam kesempatan yang sama, Labib menyoroti rendahnya indeks produktivitas manufaktur Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Berdasarkan data Purchasing Managers Index (PMI) dari S&P Global untuk Juli 2025, Indonesia mencatat skor 49,2 — masih di bawah ambang batas ekspansi (50) dan menjadi yang terendah di kawasan.

"Ini peringatan serius. Sementara negara tetangga, seperti Vietnam (52,4), Thailand (51,9), dan Filipina (50,9) mulai kembali ke jalur ekspansi, kita justru masih bergulat dengan kontraksi yang sudah terjadi selama beberapa bulan berturut-turut," ujar Labib.

Meskipun PMI Indonesia mengalami perbaikan dari bulan sebelumnya — 46,9 pada Juni dan 47,4 pada Mei — tren stagnasi di sektor manufaktur nasional masih menjadi tantangan besar.

Sementara itu, rata-rata PMI manufaktur kawasan ASEAN telah kembali ke zona ekspansi pada Juli 2025 dengan angka 50,1, menandakan pemulihan yang lebih cepat di negara-negara tetangga.

Penulis :
Shila Glorya
FLOII Event 2025

Terpopuler