
Pantau - Anggaran Pokok Pikiran (Pokir) DPRD DKI Jakarta dipastikan tidak akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026 dan baru ditargetkan untuk direalisasikan kembali pada tahun 2027 mendatang.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Basri Baco, menyampaikan bahwa keputusan ini merupakan hasil rapat pimpinan yang digelar sebelum dimulainya pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2026.
"Jadi tidak ada ya, ini saya umumkan supaya anggota tidak bertanya-tanya, warga tidak bertanya-tanya, semua," ungkapnya.
Baco menjelaskan bahwa penundaan Pokir dilakukan atas dasar pertimbangan hukum dan kehati-hatian, bukan karena Pokir merupakan hal yang terlarang.
Ia menegaskan, "Pokir itu bukan barang haram, Pokir itu sah dalam proses legislasi."
Pertimbangan Hukum dan Penyusunan Format Baru
Pokir diakui sebagai bagian dari proses legislasi yang legal, sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi, termasuk UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, serta Permendagri Nomor 86 Tahun 2017.
Pokir sendiri merupakan bentuk penyaluran aspirasi dari masyarakat yang dikumpulkan melalui kunjungan, kajian, dan diskusi oleh anggota Dewan di daerah pemilihannya masing-masing.
Namun, karena dikhawatirkan dapat menjadi potensi penyimpangan anggaran, DPRD DKI Jakarta untuk sementara menghentikan Pokir hingga ditemukan mekanisme yang lebih aman secara hukum.
"Ini sedang kami pikirkan sambil akan mencari format yang terbaik," ujar Baco.
Ia berharap, skema Pokir dapat kembali diterapkan pada tahun 2027 setelah proses kajian dan pendampingan hukum selesai dilakukan.
"Jadi sabar sedikit, pada 2027 akan kami wujudkan. Setelah kajiannya, konsepnya, sama pendampingan sama aparat penegak hukum selesai," katanya.
Aspirasi Masyarakat Tetap Bisa Disalurkan Lewat Komisi
Selama masa transisi keanggotaan DPRD periode 2019–2024 menuju 2024–2029, Baco memastikan bahwa aspirasi masyarakat tetap bisa disalurkan melalui komisi-komisi di DPRD.
Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) DKI Jakarta telah diminta untuk menyiapkan struktur kegiatan dalam KUA-PPAS yang disebut sebagai rumah anggaran, agar anggota Dewan tetap dapat mengakomodasi kebutuhan konstituen.
"Eksekutif juga disampaikan bahwa siapkan semua rumah," jelas Baco.
Pimpinan DPRD juga telah menginstruksikan ketua-ketua komisi untuk memberi ruang seluas-luasnya bagi anggota agar dapat menyampaikan aspirasi melalui dinas-dinas terkait.
Baco menyebutkan bahwa absennya Pokir dalam lima tahun terakhir turut mempengaruhi tingkat keterpilihan anggota Dewan.
"Teman-teman Dewan akhirnya tidak banyak bisa berperan sehingga tingkat keterpilihannya 50 persen. Karena selama lima tahun tidak ada Pokir, keterpilihannya cuma 50 persen," ia mengungkapkan.
Sebagai catatan, pada tahun 2015, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga pernah mencoret anggaran Pokir sebesar Rp8,8 triliun dari RAPBD karena dinilai tidak efisien dan tidak substansial.
- Penulis :
- Shila Glorya