
Pantau - Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, menyatakan bahwa maraknya kasus beras oplosan tidak hanya disebabkan oleh pelanggaran hukum oleh pelaku usaha, tetapi juga akibat kebijakan pemerintah yang dinilai tidak rasional secara ekonomi dan merugikan produsen.
Kebijakan Harga Dinilai Jadi Pemicu Utama
Menurut Rokhmin, akar persoalan beras oplosan terletak pada Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 14 Tahun 2025.
Peraturan tersebut mewajibkan Bulog dan perusahaan swasta membeli Gabah Kering Panen (GKP) dengan harga minimal Rp6.500 per kilogram tanpa mempertimbangkan kualitas gabah yang dibeli.
Di sisi lain, pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk beras sebesar Rp12.500 hingga Rp13.000 per kilogram.
"Kalau dari GKP menjadi beras, ongkos penggilingan itu bisa sekitar 50 persen. Maka dengan harga HET sekarang, para produsen nyaris tidak mendapatkan keuntungan. Belum lagi ditambah ongkos tenaga kerja dan transportasi. Harusnya, secara hukum ekonomi, harga eceran minimal Rp14.000 supaya ada margin wajar," jelas Rokhmin.
Ia menambahkan bahwa kebijakan HET yang tidak sesuai dengan realitas ekonomi di lapangan memaksa sebagian produsen melakukan praktik curang demi bertahan secara bisnis.
Rokhmin menyebut bahwa Komisi IV DPR RI telah sejak dua bulan lalu mengingatkan pemerintah soal dampak kebijakan harga yang tidak logis tersebut.
"Kami sudah gedor pemerintah sejak dua bulan lalu soal (HET) ini. Dan sekarang terbukti, bahwa keputusan yang tidak masuk akal itu turut menjadi penyebab berkembangnya kejahatan pangan seperti pengoplosan," tegasnya.
Pendekatan Ganda untuk Atasi Kejahatan Pangan
Meskipun memahami tekanan ekonomi yang dihadapi para produsen, Rokhmin menegaskan bahwa praktik pengoplosan tetap merupakan pelanggaran hukum yang tidak bisa dibenarkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh, Komisi IV DPR RI mendorong pemerintah mengambil pendekatan ganda atau dual track approach.
"Pertama, harus ada penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran agar memberikan efek jera. Kedua, pemerintah juga harus segera membenahi kebijakan yang tidak logis, agar tidak menjadi akar dari tumbuh kembangnya penyimpangan di lapangan," katanya.
Rokhmin menekankan bahwa penyelesaian jangka panjang terhadap persoalan beras oplosan membutuhkan koreksi kebijakan agar ekosistem produksi pangan nasional menjadi lebih sehat dan adil bagi semua pihak.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf