
Pantau - Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Christina Aryani menerima audiensi Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) terkait revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kantor Kemen-P2MI, Jakarta, Senin (11/8).
Christina menyatakan pihaknya terbuka untuk masukan dari berbagai pihak dalam proses revisi RUU PMI.
"Saya dan kementerian selalu terbuka untuk menerima masukan soal revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran, termasuk dari Komnas Perempuan," ungkapnya.
Fokus pada Perlindungan Pekerja Migran Perempuan
Dalam pertemuan tersebut, Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah poin, termasuk pentingnya pengakuan dan perlindungan hak-hak pekerja migran perempuan di seluruh siklus migrasi.
Poin tersebut mencakup perlindungan dari kekerasan berbasis gender, eksploitasi, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia, baik di negara asal, negara tujuan, maupun saat kembali ke tanah air.
Data Kemen-P2MI menunjukkan bahwa periode 2020–2024 terdapat 999.947 pekerja migran ditempatkan di luar negeri, di mana 671.271 orang atau 70 persen di antaranya adalah perempuan yang dinilai memiliki risiko tinggi.
Pentingnya Perspektif Gender dalam Regulasi
Ketua Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menegaskan audiensi ini penting karena lembaganya memiliki mandat memberi saran, masukan, dan pertimbangan kepada pemerintah dan legislatif terkait kebijakan perlindungan pekerja migran.
"Harapannya pemenuhan hak-hak perempuan menjadi landasan penting dalam Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia," ujarnya.
Ulfah juga menyoroti perlunya peninjauan ulang proses administratif agar selaras dengan prinsip keadilan dan perspektif gender yang substantif dalam revisi UU tersebut.
- Penulis :
- Arian Mesa