
Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menegaskan bahwa pemutaran lagu berlisensi dalam kegiatan sosial seperti pernikahan, hiburan warga, atau acara olahraga komunitas harus dipandang sebagai kegiatan non-komersial dan tidak seharusnya dikenai kewajiban membayar royalti.
Royalti Tak Seharusnya Diberlakukan untuk Kegiatan Sosial
Menurut Willy, banyak masyarakat merasa tertekan akibat ancaman pembayaran royalti, padahal acara-acara tersebut tidak memiliki motif bisnis.
“Ini tidak perlu lah ditakut-takuti dengan ancaman membayar royalti karena kegiatan demikian tidak ada sifat komersil di dalamnya,” ungkapnya.
Willy menyatakan bahwa meskipun penghormatan terhadap hak cipta adalah prinsip penting, tidak semua aspek kehidupan perlu dikomersialisasi.
“Saya setuju untuk menaruh penghormatan terhadap hak cipta pada tempat yang tinggi, namun tidak lantas semua hal perlu dikonversi menjadi nilai komersil karena kita hidup juga di dalam lingkung sosial,” tegasnya.
Ia menyebut bahwa polemik mengenai royalti musik sudah berkembang terlalu jauh dan menimbulkan keresahan di kalangan pelaku usaha kecil.
“Restoran berskala kecil, kafe, dan UMKM lainnya merasa khawatir mengingat mereka juga disebut akan dikenakan royalti saat memutar musik, bahkan saat mereka memilih memutar suara alam seperti kicauan burung pun,” katanya.
Revisi UU Hak Cipta Harus Seimbang dan Pancasilais
Willy menilai situasi saat ini menciptakan ketegangan antara pemilik hak cipta dan pengguna yang belum sepenuhnya memahami aturan hukum, menciptakan kesan saling menyerang.
“Tampilan yang demikian ini bukan tampilan khas kultur Indonesia yang gotong royong dan musyawarah,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar semangat sosial bangsa tidak dikesampingkan demi liberalisasi hak pribadi.
“Coba liat UU Pokok Agraria tahun 1960, itu bisa jadi contoh baik pengaturan fungsi sosial-kepentingan umum tanah dan fungsi tanah sebagai fungsi kapital perorangan,” tambahnya.
Willy menegaskan bahwa perlunya pengaturan yang tegas dan jelas soal mekanisme royalti akan menjadi perhatian dalam revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang akan dibahas oleh Komisi X DPR RI.
“Saya setuju bahwa perlu ada pengaturan yang tegas dan jelas dari royalti di dalam perubahan UU Hak Cipta ke depan. Hal ini memang menjadi salah satu yang diwacanakan akan dibahas oleh Komisi X DPR,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya menempatkan kembali nilai-nilai Pancasila dalam perumusan regulasi tersebut.
“Pancasila kita menginginkan perlindungan hak pribadi di dalam hubungan sosialnya tidak seperti liberalisasi bellum omnium contra omnes, tidak mau Exploitation De L'Homme Par L'Homme,” ujar Willy.
Ia meyakini bahwa Komisi X akan mampu menyeimbangkan perlindungan hak cipta dengan kepentingan sosial masyarakat.
“Saya yakin teman-teman di komisi terkait akan bijak menaruh kepentingan bangsa di dalamnya,” tutupnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf