Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Ajak Refleksi Demokrasi Jelang 80 Tahun RI Merdeka: Demokrasi Harus Jadi Alat Capai Tujuan Bernegara

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

DPR Ajak Refleksi Demokrasi Jelang 80 Tahun RI Merdeka: Demokrasi Harus Jadi Alat Capai Tujuan Bernegara
Foto: (Sumber: Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia. Foto : Tari/Andri)

Pantau - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menyerukan agar peringatan 80 tahun Indonesia Merdeka dan 27 tahun reformasi dijadikan momentum refleksi mendalam tentang arah demokrasi bangsa.

Ia menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh dipahami sekadar sebagai prosedur politik, tetapi sebagai alat substansial untuk mencapai cita-cita bernegara.

Demokrasi Jangan Hanya Simbol, Tapi Harus Wujudkan Tujuan Konstitusional

Dalam keterangannya, Doli menilai bahwa selama ini Indonesia cenderung memaknai demokrasi hanya sebatas simbol dan prosedur, seperti pemilu, kebebasan pers, dan partisipasi publik.

“Demokrasi sejatinya bukan tujuan akhir, melainkan alat untuk mencapai cita-cita negara,” ungkapnya.

Ia mengulas bahwa sejak era Presiden Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin hingga masa Presiden Soeharto dengan Demokrasi Pancasila, bentuk demokrasi di Indonesia terus mengalami perubahan.

Doli menilai bahwa demokrasi yang lebih terbuka baru terasa sejak reformasi 1998, yang menghadirkan pemilu langsung dan keterlibatan publik yang lebih luas dalam pengambilan keputusan.

Namun, setelah enam kali pemilu, Doli mempertanyakan apakah demokrasi yang dijalankan saat ini benar-benar membawa bangsa mendekati cita-cita kemerdekaan.

“Ukuran keberhasilan demokrasi bukan hanya seberapa sering rakyat memilih, tetapi apakah hasilnya membawa keadilan, kesejahteraan, kecerdasan, dan kedaulatan,” ujarnya.

Ia merujuk pada Pembukaan UUD 1945 sebagai tolok ukur utama, yakni melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan, memajukan kesejahteraan umum, dan menjaga ketertiban dunia berdasarkan keadilan dan perdamaian.

Momentum Koreksi Sistem Politik, Menuju Reformasi Tahap Kedua

Secara filosofis, Doli menyatakan bahwa demokrasi substansial adalah demokrasi yang menghasilkan masyarakat adil, makmur, dan diridhai oleh Allah SWT.

Ia menolak demokrasi yang berubah menjadi ruang pragmatisme politik, dan menekankan pentingnya demokrasi yang berintegritas dan mensejahterakan rakyat.

Meski mengakui capaian demokrasi selama 27 tahun reformasi, ia menilai perjalanannya masih lambat dan perlu koreksi mendasar.

“Dalam teori ilmu sosial-politik, 20–25 tahun adalah masa krusial untuk melakukan perubahan mendasar. Ini momentum emas untuk koreksi sistem politik dan ketatanegaraan agar lebih substansial,” tegasnya.

Doli juga menyoroti sejumlah isu strategis seperti sistem pemilu, mekanisme pilkada langsung atau kembali melalui DPRD, serta format pemilu serentak.

Menurutnya, diskusi mengenai demokrasi harus dibuka seluas-luasnya dan tidak boleh dimatikan oleh satu pandangan atau keputusan sepihak.

Menutup pernyataannya, Doli menekankan bahwa perbaikan sistem politik dan hukum akan berdampak langsung pada seluruh sektor pembangunan nasional.

“Kalau itu bisa kita lakukan, 25 hingga 27 tahun ke depan kita bisa memasuki fase kedua reformasi dengan lompatan besar menuju Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan berdaulat,” ujarnya.

Penulis :
Aditya Yohan