
Pantau - Jumlah kunjungan wisatawan asal China ke Indonesia terus menunjukkan tren kenaikan sepanjang awal tahun 2025, mencapai 506.284 kunjungan pada periode Januari–Mei, naik 7,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Peningkatan ini sejalan dengan penguatan kerja sama bilateral Indonesia–China di bidang pariwisata.
Di Kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur, lonjakan wisatawan China mendorong para pemandu wisata lokal, termasuk Sigit dan enam rekannya, untuk mempelajari bahasa Mandarin demi menghindari miskomunikasi saat bertugas.
"Awalnya, ada beberapa pemandu yang kesulitan saat memandu wisatawan asal China yang tidak bisa berbahasa Inggris, dan sering kali juga tidak bisa menggunakan internet untuk melakukan penerjemahan online," ungkap Sigit.
Kelas Bahasa Mandarin Jadi Inisiatif Lokal Hadapi Lonjakan Wisatawan
Melihat kebutuhan mendesak di lapangan, Sigit dan rekan-rekannya membuka kelas intensif bahasa Mandarin selama satu bulan pada akhir Mei, memanfaatkan periode sepi kunjungan wisata.
Kelas berlangsung dua kali seminggu di rumah salah satu pemandu wisata di Kecamatan Licin, Banyuwangi, dan diajar oleh Sulistyani, pengajar bahasa Mandarin dengan pengalaman lebih dari 10 tahun.
Sigit mengaku dalam seminggu bisa memandu puluhan wisatawan asal China, yang sebagian besar tidak memahami bahasa Inggris.
Menurutnya, menguasai bahasa Mandarin memberikan manfaat nyata.
"Pemandu yang bisa berbahasa Mandarin mendapat upah hampir dua kali lipat," katanya.
Selain itu, wisatawan China cenderung lebih antusias dan menghargai pemandu yang bisa berkomunikasi dalam bahasa mereka.
Kelas sementara dihentikan selama puncak musim wisata pada Juli–Agustus karena para pemandu kembali sibuk bekerja.
Meski demikian, proses belajar tetap berlanjut secara daring lewat WhatsApp, di mana para pemandu menanyakan kosakata dan pelafalan langsung kepada Sulistyani.
Bahasa Mandarin Menjadi Alat Baru Mencari Peluang Ekonomi
Sulistyani menyampaikan bahwa ia menyesuaikan materi ajar dengan kebutuhan pemandu wisata.
"Setiap kelas, saya pasti sudah siapkan materi, namun biasanya hanya 20 persen dari materi itu yang saya ajarkan karena kebanyakan saya membiarkan para pemandu secara aktif menanyakan kosakata dan belajar bahasa Mandarin yang mereka butuhkan untuk menunjang pekerjaannya," ujarnya.
Meskipun jarak dari rumah ke lokasi mengajar cukup jauh, Sulis tetap semangat karena ingin lebih banyak orang di daerahnya bisa menguasai bahasa asing.
Minat belajar bahasa Mandarin tidak hanya datang dari pemandu wisata, tapi juga dari pekerja lain di sekitar Kawah Ijen.
Beberapa tukang ojek gerobak, yang dikenal dengan sebutan "lamborghini", menyatakan keinginan mereka untuk ikut belajar.
Selain itu, sejumlah pedagang buah di pos pendakian mulai menawarkan dagangannya dengan bahasa Mandarin.
Salah satu pedagang perempuan bahkan viral di TikTok lewat akun @kawahijenindonesia setelah menjelaskan harga buah dagangannya dalam bahasa Mandarin, dalam video yang sudah ditonton lebih dari 1 juta kali.
Pedagang tersebut diketahui belajar bahasa Mandarin secara otodidak.
- Penulis :
- Aditya Yohan