billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

MPR Tegaskan Komitmen Fasilitasi Diskusi Rutin Menuju Amendemen UUD 1945

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

MPR Tegaskan Komitmen Fasilitasi Diskusi Rutin Menuju Amendemen UUD 1945
Foto: (Sumber: Dokumentasi - Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto. ANTARA/HO-MPR.)

Pantau - Wakil Ketua MPR RI Bambang Wuryanto menegaskan komitmen MPR untuk memfasilitasi diskusi rutin dalam rangka perubahan atau amendemen UUD NRI Tahun 1945.

Komitmen MPR dan Pandangan Pakar

“Sebagai pimpinan MPR, saya pastikan untuk menuju perubahan UUD NRI Tahun 1945, MPR akan memfasilitasi dengan menggelar diskusi rutin untuk amendemen UUD NRI Tahun 1945,” ungkap Bambang Wuryanto dalam Seminar Konstitusi bertema “Dialektika Konstitusi: Refleksi UUD NRI Tahun 1945 Menjelang 25 Tahun Reformasi Konstitusi” di Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8).

Diskusi ini akan melibatkan pihak-pihak yang memahami sejarah perubahan konstitusi sejak UUD 1945, termasuk tim pakar yang mendukung proses amendemen.

"Menuju amandemen UUD NRI Tahun 1945 ini didukung tim yang terdiri dari para pakar," ujarnya.

Bambang yang akrab disapa Bambang Pacul menilai usulan amendemen UUD pasti ada karena perubahan merupakan keniscayaan.

“Perubahan atau amandemen UUD merupakan kewenangan MPR RI sesuai Pasal 3 UUD NRI Tahun 1945,” tegasnya.

Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie menambahkan UUD adalah hasil buatan manusia yang tidak sempurna.

“Sehebat apapun perumus konstitusi akan tetap tidak sempurna,” ujarnya.

Jimly juga mengingatkan Bung Karno pernah menyebut UUD 1945 sebagai UUD kilat atau sementara yang akan disempurnakan, hingga pada 1950 lahir UUD Sementara.

“Jadi jangan membayangkan UUD 1945 sempurna,” tambahnya.

Evaluasi Menyeluruh dan Momentum Politik

Menurut Jimly, perubahan UUD 1945 dalam empat tahap (1999–2002) juga tidak sempurna sehingga evaluasi menyeluruh sangat diperlukan.

“Konstitusi kita tidak sempurna, dari waktu ke waktu, konstitusi harus menampung nilai-nilai dan norma baru. Caranya melalui amandemen UUD, tetapi tidak mungkin konstitusi selalu diubah, maka diperlukan adanya konvensi ketatanegaraan,” jelasnya.

Ia mengingatkan agar amendemen tidak hanya sekadar memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tetapi juga menyentuh aspek lain seperti penataan DPD dan kewenangan Komisi Yudisial (KY).

“Momentum kepemimpinan MPR periode 2024-2029 di bawah Ketua MPR Ahmad Muzani sesudah terbentuknya pemerintahan baru Prabowo Subianto adalah saat tepat untuk memperbaiki sistem konstitusi kita,” katanya.

Wakil Ketua MK Saldi Isra turut menegaskan bahwa konstitusi, sesempurna apapun, tidak bisa selalu menjawab perkembangan ketatanegaraan.

“Kalau konstitusi diubah terus menerus maka tidak ada bedanya dengan UU, maka biasanya dibangun tradisi positif yang dikenal dengan konvensi ketatanegaraan,” ungkap Saldi.

Ia juga menilai perubahan UUD merupakan hasil kompromistis yang tetap harus melibatkan semua pihak.

“Perubahan UUD memang hasil kompromistis, tetapi kalau tidak disepakati maka akan ada kelompok yang tidak terwakili dalam perubahan konstitusi,” tambahnya.

Seminar Konstitusi ini dibuka oleh Ketua MPR RI Ahmad Muzani, serta dihadiri Wakil Ketua MPR RI Rusdi Kirana dan Hidayat Nur Wahid.

Penulis :
Aditya Yohan