
Pantau - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak para santri untuk meneladani para ulama klasik yang tidak hanya menghasilkan karya-karya besar, tetapi juga berkontribusi nyata dalam membangun peradaban dunia.
Pesantren Bukan Sekadar Lembaga Agama
Ajakan tersebut disampaikan Menag dalam kuliah umum bertema Gerakan Pesantren Berbasis Cinta yang digelar di Auditorium Pondok Pesantren Walisongo (PPWS) Ngabar, Ponorogo, pada Minggu, 14 September 2025.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh tenaga pendidik, santri, dan tokoh masyarakat.
Dalam sambutannya, Menag menegaskan bahwa pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, melainkan juga lembaga yang memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan bangsa.
Ia menyampaikan bahwa tradisi pesantren sangat kaya akan warisan intelektual, menjadi tempat lahirnya para ulama, pemikir, dan pemimpin umat.
Pesantren, menurutnya, harus terus tampil sebagai pusat lahirnya generasi yang mampu berperan aktif dalam percaturan global.
Ulama Klasik Jadi Teladan Peradaban
Menag mencontohkan ulama besar seperti Imam Al-Ghazali yang menulis Ihya Ulumuddin untuk membangkitkan spiritualitas umat Islam.
Ia juga menyebut Ibn Rushd sebagai tokoh yang mampu menjembatani ilmu agama dengan filsafat, bahkan menjadi rujukan penting bagi dunia Barat.
Para ulama tersebut, kata Menag, tidak hanya menguasai teks-teks agama tetapi juga memiliki penguasaan ilmu pengetahuan yang luas dan menjadi fondasi bagi pembangunan peradaban.
Ia juga mengisahkan tentang Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang sejak kecil diajarkan pentingnya kejujuran oleh ibunya.
"Jangan bohong, maka selamat," ungkapnya, mengutip pesan sang ibu kepada Syekh Abdul Qadir.
Menag menegaskan bahwa pendidikan pesantren harus dilandasi oleh kesungguhan, doa, dan keikhlasan.
Ia menambahkan bahwa ilmu yang berkah lahir dari hati yang jujur, ketekunan dalam belajar, serta doa yang tulus.
Menurutnya, tidak boleh ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum.
Ia mencontohkan kejayaan peradaban Islam di Baghdad sebagai bukti nyata sinergi antara ulama, ilmuwan, dan filosof dalam membangun dunia.
Santri, katanya, harus menguasai kitab kuning sekaligus terbuka pada sains dan teknologi modern, agar menjadi generasi yang alim, cerdas, dan siap memimpin masa depan.
Acara ini juga turut dihadiri oleh Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Bupati Ponorogo, Rektor UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kepala Kankemenag se-Karisidenan Madiun, Ketua MUI Ponorogo, dan sejumlah rektor perguruan tinggi lainnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan