
Pantau - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendorong agar usulan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengasuhan Anak segera dibahas bersama DPR RI, sebagai respons terhadap masih terjadinya kasus cacingan pada anak-anak di Indonesia.
Kasus Cacingan Jadi Pengingat Lemahnya Sistem Pengasuhan
Hidayat menyatakan keprihatinannya atas fakta bahwa kasus cacingan masih dialami anak-anak Indonesia, bahkan setelah negara ini merdeka selama 80 tahun.
Hal tersebut dinilai menjadi indikator lemahnya komitmen terhadap pengasuhan anak secara nasional.
"Segera merumuskan dan bersama DPR membahas RUU Pengasuhan anak, sambil mengoptimalkan implementasi program dari regulasi-regulasi yang sudah ada di bidang pemenuhan hak anak," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa konstitusi secara jelas mengamanatkan perlindungan terhadap seluruh warga negara, termasuk anak-anak.
Persoalan tumbuh kembang anak, menurutnya, harus ditangani dengan pendekatan holistik yang mencakup dukungan regulasi, konsistensi pelaksanaan, serta anggaran yang memadai.
Kasus cacingan terbaru yang terjadi di Bengkulu dan menimpa seorang anak menjadi sorotan publik.
Sebelumnya, seorang balita bernama Raya di Sukabumi juga mengalami cacingan hingga akhirnya meninggal dunia.
Perlu Optimalkan Regulasi yang Sudah Ada
Hidayat menjelaskan bahwa meskipun RUU Pengasuhan Anak belum dibahas secara khusus, Indonesia sebenarnya sudah memiliki sejumlah instrumen hukum.
Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak.
Selain itu, Komisi VIII DPR RI juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA).
Dalam Pasal 11 ayat (1) UU KIA disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pengasuhan dan perawatan terbaik secara berkelanjutan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
"Meskipun UU Pengasuhan Anak secara khusus memang belum ada, tapi instrumen pada berbagai aturan tersebut tetap bisa digunakan secara optimal. Apalagi kasus cacingan terjadi pada balita berusia 1 tahunan, yang masih masuk dalam cakupan usia pada UU KIA," jelasnya.
Ia menilai pemerintah belum maksimal dalam mengimplementasikan regulasi yang sudah ada.
Sebagai contoh, dalam Pasal 11 ayat (4) UU KIA disebutkan bahwa anak yang baru lahir berhak menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Namun, anak-anak yang terkena cacingan di kasus terbaru ternyata belum terdaftar di BPJS.
"Pada prinsipnya kami di Komisi VIII selalu mendukung hadirnya negara untuk pemenuhan hak anak, termasuk pengasuhan anak, apalagi kita harus menyukseskan visi besar Indonesia Emas 2045," tegas Hidayat.
- Penulis :
- Aditya Yohan








