Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

MK Tunda Sidang Uji Materi UU TNI karena DPR dan Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

MK Tunda Sidang Uji Materi UU TNI karena DPR dan Pemerintah Belum Siap Beri Keterangan
Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan anggota Majelis Hakim MK Arief Hidayat (kanan) saat memimpin sidang pengucapan putusan pengujian formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia di Gedung MK, Jakarta, Rabu 17/9/2025 (sumber: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) menunda persidangan uji materi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang digelar pada Rabu, 24 September 2025, setelah DPR dan pemerintah meminta penundaan karena belum siap memberikan keterangan.

Sidang Ditunda hingga Oktober

Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa penundaan dilakukan atas permintaan resmi dari kuasa Presiden dan DPR.

"Berdasarkan surat atau permintaan dari kuasa Presiden maupun DPR, persidangan hari ini mohon dilakukan penundaan karena keterangannya belum lengkap atau belum siap untuk disampaikan," ungkapnya.

Sidang yang semula dijadwalkan untuk memeriksa Perkara Nomor 68/PUU-XXIII/2025, 82/PUU-XXIII/2025, dan 92/PUU-XXIII/2025 itu akhirnya dijadwalkan ulang pada Kamis, 9 Oktober 2025.

Suhartoyo juga menegaskan agar para pihak hadir tanpa perlu dipanggil ulang.

"Para pihak supaya hadir tanpa kami panggil pada persidangan tersebut karena ini sudah merupakan pemberitahuan resmi," tegasnya.

Rincian Perkara yang Diuji

Perkara Nomor 68 diajukan oleh advokat Prabu Sutisna, mahasiswa Haerul Kusuma dan Chandra Jakaria, serta konsultan hukum Noverianus Samosir, Christian Adrianus Sihite, dan Fachri Rasyidin.

Mereka menguji Pasal 47 ayat (1) dan (2) yang mengatur prajurit TNI dapat menduduki jabatan sipil.

Para pemohon menilai pasal tersebut berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan dan meminta agar jabatan sipil hanya bisa ditempati prajurit setelah mengundurkan diri atau pensiun demi menjunjung supremasi sipil.

Perkara Nomor 82 diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum UGM, yakni Muhammad Imam Maulana, Mariana Sri Rahayu Yohana Silaban, Nathan Radot Zudika Parasian Sidabutar, dan Ursula Lara Pagitta Tarigan.

Mereka menguji Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 tentang tugas TNI membantu pemerintahan di daerah, Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 tentang penanggulangan serangan siber, serta Pasal 47 ayat (1) khusus frasa "kesekretariatan negara".

Menurut para pemohon, keterlibatan TNI di ranah sipil berpotensi menimbulkan dampak negatif jika tidak dibatasi dengan jelas.

Mereka meminta agar pasal-pasal tersebut dimaknai lebih tegas, termasuk perubahan frasa menjadi "kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan militer presiden".

Sementara itu, Perkara Nomor 92 diajukan oleh mahasiswa Tri Prasetio Putra Mumpuni yang menguji Pasal 53 ayat (4) mengenai batas usia pensiun perwira tinggi bintang empat.

Pasal tersebut memberi batas usia 63 tahun dengan perpanjangan maksimal dua tahun.

Pemohon menilai aturan ini berpotensi disalahgunakan karena tidak ada mekanisme kontrol dalam memperpanjang masa dinas sehingga meminta agar pasal tersebut dicabut.

Penulis :
Shila Glorya