Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Belanda Sepakati Pengembalian Fosil Homo Erectus ke Indonesia, Dianggap Diperoleh Secara Tidak Sah

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Belanda Sepakati Pengembalian Fosil Homo Erectus ke Indonesia, Dianggap Diperoleh Secara Tidak Sah
Foto: (Sumber: Beberapa artefak hasil repatriasi yang meliputi berbagai benda dari koleksi perang Puputan Badung yang diambil selama intervensi Belanda di Bali pada tahun 1906 yang saat ini telah dikelola oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek. ANTARA/HO-Kemendikbudristek.)

Pantau - Pemerintah Belanda menyatakan akan mengembalikan koleksi fosil Homo erectus kepada Indonesia, setelah komite penasihat independen menyimpulkan bahwa fosil-fosil tersebut diperoleh secara tidak sah selama masa kolonial.

Fosil Bernilai Ilmiah Tinggi Akan Dikembalikan

Kepastian pengembalian ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Gouke Moes, melalui surat resmi kepada Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon.

Fosil-fosil tersebut berasal dari penggalian yang dilakukan di Indonesia pada akhir abad ke-19 dan saat ini disimpan serta dikelola oleh Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis di Leiden, Belanda.

Koleksi yang akan dikembalikan meliputi satu tengkorak, satu gigi geraham, dan satu tulang paha yang berkaitan dengan Homo erectus, spesies manusia purba yang memiliki peran penting dalam sejarah evolusi manusia.

"Saran komite itu didasarkan pada penelitian yang ekstensif dan cermat," ungkap Gouke Moes dalam suratnya.

Ia juga menambahkan, "Kami akan bekerja sama dengan Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis dan mitra-mitra di Indonesia dengan perhatian yang sama untuk mengatur pengembalian ini secara baik."

Restitusi Didukung Temuan Sejarah dan Etika

Pengembalian fosil didasarkan pada rekomendasi dari Komisi Koleksi Kolonial, sebuah komisi independen yang menyatakan bahwa koleksi tersebut tidak pernah secara sah menjadi milik Belanda.

Komisi menemukan bahwa pengambilan fosil dilakukan dengan melanggar kehendak penduduk lokal, yang menganggap objek tersebut memiliki makna spiritual dan nilai ekonomi.

Selain itu, komisi juga mengungkap adanya unsur pemaksaan dalam proses identifikasi lokasi penggalian.

Marcel Beukeboom, Direktur Jenderal Pusat Keanekaragaman Hayati Naturalis, menyambut rekomendasi tersebut sebagai langkah yang didasari pertimbangan hukum dan moral.

"Saran yang menyeluruh ini memberikan wawasan hukum baru, yang menjadikan restitusi sebagai pilihan yang tepat," ujarnya.

Penulis :
Aditya Yohan