
Pantau - Bangsa Indonesia pernah mengalami trauma politik mendalam akibat pengkhianatan terhadap Pancasila, yang berpuncak pada peristiwa Gerakan 30 September (G30S)/PKI tahun 1965, ketika sekelompok anggota PKI menculik dan membunuh sejumlah jenderal TNI dalam upaya mengganti Pancasila dengan ideologi komunis.
Pasca tragedi tersebut, rezim Orde Baru mengambil langkah represif, membasmi seluruh anggota dan simpatisan PKI, termasuk anak-anak keturunan mereka yang tetap dicap anti-Pancasila meski telah menunjukkan loyalitas terhadap negara.
Pembatasan sosial, ekonomi, dan politik diberlakukan atas nama menjaga Pancasila, menjadikan politik balas dendam sebagai praktik yang dilegalkan oleh kekuasaan.
Dari Represi ke Rekonsiliasi: Pancasila dalam Dinamika Demokrasi
Memasuki Era Reformasi, situasi politik nasional berubah drastis.
Sistem demokrasi terbuka diterapkan, termasuk pemilihan umum secara langsung yang menghadirkan ruang partisipasi luas bagi rakyat.
Meskipun diwarnai gelombang perubahan politik dan keamanan, Pancasila tetap menjadi fondasi utama dalam menghadapi dinamika tersebut.
Praktik politik balas dendam mulai ditinggalkan, seiring dengan kesadaran bahwa nilai-nilai Pancasila menolak kebencian dan permusuhan antar anak bangsa.
Pemilihan langsung presiden, wakil presiden, dan kepala daerah memang menghadirkan potensi konflik dan polarisasi, terbukti dari munculnya istilah seperti cebong dan kadrun dalam lanskap politik nasional.
Namun demikian, Pancasila terbukti mampu meredam ketegangan dan menjaga keutuhan bangsa, termasuk dalam momentum Pilpres 2024 yang berlangsung relatif kondusif dibanding pemilu sebelumnya.
Prabowo Tegaskan Politik Tanpa Dendam, Cermin Jiwa Pancasila
Menjelang peringatan G30S/PKI pada 30 September 2025, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa ia tidak menyimpan dendam terhadap pesaing politiknya, sebuah sikap yang menuai apresiasi di tengah iklim politik yang masih rentan polarisasi.
Pernyataan itu menjadi penguatan makna Pancasila, bahwa politik tanpa dendam adalah wujud kematangan berdemokrasi dan kesadaran kolektif menjaga persatuan bangsa.
Kesaktian Pancasila tidak sekadar terletak pada simbol dan seremoni, tetapi pada kemampuannya menjadi penuntun moral dan ideologis dalam menghadapi tantangan zaman.
Di tengah perubahan sistem dan gejolak sosial, Pancasila tetap relevan dan kokoh sebagai ideologi pemersatu yang mampu menahan laju perpecahan dan mendorong rekonsiliasi politik nasional.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf