Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ketua Pokja PBB Apresiasi Sistem Prisma Indonesia dalam Penilaian Bisnis dan HAM

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Ketua Pokja PBB Apresiasi Sistem Prisma Indonesia dalam Penilaian Bisnis dan HAM
Foto: Wakil Menteri HAM RI Mugiyanto (kiri) dan Ketua Kelompok Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Bisnis dan HAM Pichamon Yeophantong (kanan) saat pertemuan di Jenewa, Swiss, Jumat 3/10/2025 (sumber: Ditjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM)

Pantau - Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Bisnis dan HAM, Pichamon Yeophantong, mengapresiasi sistem Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (Prisma) yang digagas Kementerian Hukum dan HAM RI.

Apresiasi Internasional terhadap Prisma

Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Mugiyanto, menyampaikan bahwa "Menurut Ketua Pokja, penggunaan Prisma sangat mudah dipahami bagi pelaku usaha dan bermanfaat", ungkapnya dalam pertemuan dengan Pokja PBB untuk Bisnis dan HAM di Jenewa.

Pertemuan tersebut merupakan bagian dari aktivitas Kementerian Hukum dan HAM untuk mendorong penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan (P5) HAM.

Mugiyanto memaparkan sejumlah langkah Indonesia dalam mengarusutamakan nilai-nilai HAM, di antaranya penerapan Prisma, Strategi Nasional Bisnis dan HAM, serta penyiapan regulasi Uji Tuntas Bisnis dan HAM.

Pichamon juga menilai bahwa perkembangan bisnis dan HAM di Indonesia semakin maju, terutama dengan pergeseran kebijakan dari sifat sukarela (voluntary) menjadi kewajiban (mandatory).

Selain itu, ia mengapresiasi kinerja pemerintah Indonesia dalam merespons pengaduan yang disampaikan kepada Pokja PBB, termasuk terkait pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Nusa Tenggara Barat, penambangan nikel di Sulawesi, dan proyek strategis nasional di Merauke, Papua Selatan.

"Ketua Pokja juga mengapresiasi rencana pemerintah Indonesia untuk hadir dan berpartisipasi secara aktif dalam UN Forum on Business and Human Rights pada 24–26 November 2025", kata Mugiyanto.

Partisipasi Indonesia di forum tersebut diyakini dapat memperkuat komitmen regional Asia dalam mendorong praktik bisnis yang menghormati HAM.

Prisma sebagai Instrumen Bisnis dan HAM

Prisma merupakan program aplikatif mandiri yang memungkinkan perusahaan menganalisis potensi risiko pelanggaran HAM dari aktivitas bisnis di Indonesia.

Program ini diluncurkan Kementerian Hukum dan HAM untuk mengisi kekosongan instrumen penilaian bisnis dan HAM.

Terdapat 12 indikator dalam Prisma, yakni kebijakan HAM, tenaga kerja, kondisi kerja, serikat pekerja, privasi, diskriminasi, lingkungan, agraria dan masyarakat adat, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), mekanisme pengaduan, rantai pasok, serta dampak HAM bagi perusahaan.

Perusahaan dapat mendaftar secara mandiri melalui laman Prisma, kemudian hasil analisis akan ditinjau oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, menjelaskan bahwa hasil analisis Prisma dikategorikan dalam tiga tingkat risiko.

"Nanti bisa masuk kategori merah, yang paling bawah, berarti kurang sekali itu, potensi [pelanggaran] HAM-nya tinggi. Ada yang kuning, sedang. Ada yang hijau, itu kategori baik", ungkap Manan.

Penulis :
Leon Weldrick