
Pantau - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Widiyanti, menyoroti sejumlah tantangan utama dalam industri penyelenggaraan event di Indonesia, mulai dari keterbatasan modal hingga proses perizinan yang kompleks.
Keterbatasan Modal dan Kompleksitas Perizinan Jadi Kendala Utama
Menurut Widiyanti, pelaku industri event di Indonesia kerap menghadapi keterbatasan modal awal yang tinggi.
"Untuk menyelenggarakan event, dibutuhkan banyak biaya dan perlu adanya investor untuk menanamkan modal," ungkapnya.
Selain itu, proses perizinan disebut masih rumit karena melibatkan banyak pemangku kepentingan dan memerlukan waktu yang panjang.
Ia menambahkan, "Tantangan-tantangan inilah yang menjadi kendala pengembangan industri event. Kami percaya melalui dialog terbuka dan kolaborasi antarpelaku industri, akademisi, dan regulator kita dapat menemukan solusi yang tepat dan berkelanjutan."
Masalah lain yang menjadi perhatian adalah belum terukurnya dampak limbah dan jejak karbon dari event secara menyeluruh, serta aspek aksesibilitas yang masih sering terabaikan.
Kesenjangan infrastruktur dan fasilitas di berbagai daerah juga menjadi hambatan dalam membangun ekosistem industri event yang merata.
Widiyanti menyayangkan kondisi tersebut karena menurut Kemenparekraf, industri event memiliki potensi besar sebagai penggerak ekonomi nasional.
Industri ini dinilai mampu menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan UMKM, menggerakkan ekonomi daerah, serta memperkuat citra dan daya saing Wonderful Indonesia di tingkat global.
Indonesia Gelar Dua Forum Internasional Dorong Ekosistem Event yang Berkelanjutan
Deputi Bidang Pengembangan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf, Vinsensius Jemadu, menyatakan bahwa infrastruktur pariwisata yang matang menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global.
Berdasarkan data International Congress and Conventions Association (ICCA), Indonesia kini berada di peringkat ke-37 dunia dan ke-10 di kawasan Asia Pasifik dalam industri event.
“(Di ASEAN), nomor satu dalam industri MICE itu masih Singapura karena infrastruktur dia memang sudah mapan. Saya pernah hadir di suatu kongres konvensi MICE di dunia, jadi betapa pentingnya itu kita menggerakkan semua elemen bangsa ini untuk bisa mendukung,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi dengan perguruan tinggi untuk mengembangkan riset sesuai tren MICE dan pariwisata global.
Sebagai langkah konkret, Kemenparekraf akan menggelar dua acara besar di Nusantara International Convention Exhibition (NICE) kawasan PIK 2.
Acara pertama adalah Southeast Asia Business Events Forum (Seabef) yang akan berlangsung pada 10-11 Oktober 2025.
Kedua adalah Wonderful Indonesia Tourism Fair (WITF) 2025 yang digelar pada 9-12 Oktober 2025.
Seabef akan menjadi ruang dialog dan kolaborasi untuk memperkuat ekosistem pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan.
Sementara WITF 2025 dirancang sebagai ajang promosi potensi pariwisata Indonesia kepada dunia internasional.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf