
Pantau - Pengamat hukum dan pembangunan nasional dari Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, mendesak Kejaksaan Agung untuk segera memanggil pemilik dan pengurus perusahaan nasional maupun asing yang diduga memperoleh keuntungan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
Desakan Transparansi dan Pemeriksaan Korporasi
Menurut Hardjuno, keterangan dari pihak korporasi sangat penting untuk mengungkap secara utuh alur dana dan struktur kontrak bisnis dalam kasus dugaan korupsi ini.
“Kalau benar mereka diuntungkan, keterangan mereka sangat penting untuk menjelaskan bagaimana aliran dana dan kontrak bisnis itu berjalan,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa tanpa kehadiran korporasi dalam proses hukum, pembuktian hubungan antara tindak pidana dan keuntungan ekonomi akan sulit dilakukan secara komprehensif.
Hardjuno menilai masyarakat menginginkan penegakan hukum yang menyentuh semua lapisan pelaku, termasuk korporasi, bukan hanya pejabat negara.
Ia mengingatkan bahwa kasus ini tidak bisa dilepaskan dari praktik lama yang dikenal sebagai “mafia minyak”, yang selama ini mengatur harga dan distribusi bahan bakar.
Riza Chalid Tersangka, 18 Perusahaan Diuntungkan
Hardjuno menyambut baik langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Mohammad Riza Chalid sebagai tersangka pada Juli 2025.
“Langkah Kejagung sudah tepat dengan menetapkan Riza Chalid sebagai tersangka,” katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh berhenti pada individu tertentu.
Pemeriksaan terhadap perusahaan-perusahaan yang memperoleh keuntungan tetap harus dilakukan demi menjaga kepercayaan publik.
“Kasus Rp285 triliun ini bukan sekadar perkara pidana, melainkan ujian moral dan kelembagaan. Negara harus hadir secara penuh untuk menutup ruang rente, kolusi, dan praktik main harga,” tegasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung Andi Setyawan mengungkapkan adanya 18 korporasi yang diduga memperoleh keuntungan dari praktik korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada periode 2018–2023.
Hal ini disampaikan dalam sidang dakwaan terhadap Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Tahun 2023–2024, Agus Purwono, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada 13 Oktober 2025.
“Terdakwa Agus melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara,” kata JPU dalam persidangan.
Berikut daftar 18 korporasi yang disebut memperoleh keuntungan:
- PT Kilang Pertamina Internasional (KPI)
- PT Pertamina EP Cepu (PEPC)
- Medco E&P Natuna Ltd
- Petronas Carigali Ketapang II Ltd (PCK II)
- PT Pema Global Energi (PT PGE)
- Exxon Mobil Cepu Ltd (EMCL)
- Vitol Asia Pte Ltd
- Socar Trading Singapore Ptd. Ltd
- Shell International Eastern Trading Company
- Glencore Singapore Pte. Ltd
- ExxonMobil Asia Pacific Pte. Ltd
- BP Singapore Pte. Ltd
- Trafigura Asia Trading Pte. Ltd
- Petron Singapore Trading Pte. Ltd
- BB Energy (Asia) Pte. Ltd
- Trafigura Pte. Ltd
- Sahara Energy International Pte. Ltd
- PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN)
Tersangka Lain dan Potensi Reformasi Energi
Selain Agus Purwono, terdapat empat terdakwa lain dalam kasus ini, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa), Yoki Firnandi (eks Dirut PT Pertamina International Shipping/PIS), Gading Ramadhan Juedo (Komisaris PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi), dan Dimas Werhaspati (Komisaris PT JMN).
Kelima terdakwa diduga melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp285,18 triliun.
Mereka dijerat dengan:
- Pasal 2 ayat (1) atau
- Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001,
- junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hardjuno menilai bahwa persidangan ini bisa menjadi titik balik untuk mereformasi tata kelola energi nasional agar lebih transparan dan adil.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf