billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kasus ISPA di Jakarta Tembus Hampir 2 Juta, Dinkes Soroti Dampak Polusi dan Cuaca Panas Ekstrem

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Kasus ISPA di Jakarta Tembus Hampir 2 Juta, Dinkes Soroti Dampak Polusi dan Cuaca Panas Ekstrem
Foto: (Sumber: Arsip foto - Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati. ANTARA/Lia Wanadriani Santosa.)

Pantau - Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mencatat sebanyak 1.966.308 kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) terjadi di wilayah Jakarta sejak Januari hingga Oktober 2025, menjadikannya penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di Puskesmas selama tahun ini.

Polusi Udara dan Kemarau Basah Jadi Faktor Peningkatan Kasus

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menyampaikan bahwa lonjakan kasus ISPA mulai terlihat sejak bulan Juli 2025 dan terus meningkat hingga Oktober.

“Total kasus ISPA merupakan penyakit dengan jumlah kunjungan tertinggi di Puskesmas karena penularannya dapat terjadi dengan sangat mudah melalui percikan droplet maupun partikel aerosol di udara,” ungkapnya.

Ani menjelaskan bahwa peningkatan kasus dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kualitas udara yang memburuk akibat polusi serta fenomena musim kemarau basah yang terjadi sepanjang tahun ini.

Menurutnya, kombinasi faktor tersebut menyebabkan turunnya daya tahan tubuh masyarakat serta meningkatnya jumlah agen biologis penyebab infeksi pernapasan di lingkungan.

Gejala umum ISPA mencakup batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam, dengan gejala tambahan berupa hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, kelelahan, bersin, dan suara serak.

“Pada kasus yang lebih berat, penderita dapat mengalami sesak napas yang memerlukan penanganan medis segera,” ia menambahkan.

Pemerintah Didorong Antisipasi Dampak Cuaca Panas terhadap Kesehatan

Untuk mencegah penyebaran ISPA, Ani menekankan pentingnya penerapan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan dengan sabun, memakai masker di ruang publik, menghindari kerumunan, serta menerapkan etika batuk dan bersin.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk membatasi aktivitas saat sakit, menghindari asap rokok, serta menjaga imunitas dengan makanan bergizi, istirahat cukup, olahraga, dan pengelolaan stres.

“Segera mengakses layanan kesehatan apabila mengalami gejala batuk dan pilek,” imbaunya.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa suhu panas ekstrem yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia saat ini disebabkan oleh posisi gerak semu matahari yang berada di selatan ekuator pada Oktober, dengan suhu maksimum mencapai 36,7 derajat Celcius dan diperkirakan berlangsung hingga November 2025.

Menanggapi kondisi tersebut, pakar kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta segera memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait dampak kesehatan dari cuaca panas ekstrem.

Ia juga meminta Pemprov DKI memastikan seluruh fasilitas kesehatan dapat memberikan layanan yang mudah diakses oleh masyarakat, khususnya bagi yang terdampak suhu tinggi.

Beberapa potensi masalah kesehatan akibat suhu panas ekstrem yang perlu diwaspadai antara lain sengatan panas (heatstroke), dehidrasi, keracunan makanan akibat pertumbuhan bakteri yang lebih cepat, serta kelelahan akibat panas berlebih.

Penulis :
Ahmad Yusuf