
Pantau - Dalam tradisi Islam, menghormati ulama, orang saleh, dan orang yang lebih tua merupakan bagian tak terpisahkan dari adab dan akhlak mulia yang harus diamalkan oleh setiap Muslim.
Nilai penghormatan ini bukan sekadar sopan santun lahiriah, melainkan cerminan iman yang mendalam, pengakuan terhadap otoritas ilmu, dan kesadaran akan hirarki spiritual dalam kehidupan umat Islam.
Teladan dari Generasi Sahabat hingga Ulama Besar
Sikap penghormatan telah diteladankan sejak zaman sahabat Nabi Muhammad SAW, diteruskan oleh para tabi'in, tabi’ut tabi'in, hingga generasi salafus shalih.
Penghormatan mereka tidak hanya ditunjukkan secara verbal, tetapi juga melalui tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contoh masyhur adalah tindakan Ali bin Abi Thalib yang mencium tangan dan kaki pamannya, Abbas bin Abdul Muthalib.
Tindakan itu tidak hanya karena hubungan kekerabatan, tetapi sebagai bentuk syukur dan pengakuan atas kedudukan tinggi Abbas dalam ilmu dan kehormatan (Al-Adab Al-Mufrad, No. 979).
Dalam budaya Arab saat itu, mencium tangan atau kaki seseorang adalah simbol penghormatan tinggi dan bentuk tawadhu’ (kerendahan hati).
Tradisi ini juga dilanjutkan oleh para tabi’in seperti Muhammad bin Sirin, yang berdiri saat bertemu orang alim atau yang lebih tua darinya dan mencium tangan mereka (Siyar A’lam Al-Nubala’, 4/606).
Imam Muslim pun mencium tangan dan kaki gurunya, Imam Bukhari, sebagai bentuk penghormatan luar biasa terhadap keilmuan sang guru.
Muhammad bin Hamdun meriwayatkan ucapan Imam Muslim kepada Imam Bukhari: “Biarkanlah saya mencium kedua kakimu, wahai gurunya para guru, tuannya para muhaddits, dan dokter hadits dalam mengetahui illat-nya” (Siyar A’lam an-Nubala’, 10/100).
Bentuk Tawadhu’ dan Penghargaan atas Ilmu
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Syarah Riyadh as-Shalihin (4/451) menjelaskan bahwa para sahabat Nabi pernah mencium kaki Rasulullah SAW, dan beliau tidak mengingkarinya.
Hal ini menjadi dasar bahwa mencium tangan atau kaki ulama dan orang saleh karena keutamaannya diperbolehkan, selama tidak dalam bentuk pengagungan yang berlebihan.
Tindakan tersebut justru mencerminkan tawadhu’ — ciri utama seorang mukmin yang menghormati ilmu dan pembawanya.
Penghormatan kepada Ulama adalah Warisan Nabi
Penghormatan kepada ulama dan orang tua mengandung makna simbolik yang sangat dalam dalam ajaran Islam.
Pertama, karena para ulama adalah pewaris para nabi.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”
Mereka mewariskan ilmu, menyebarkan kebenaran, membimbing umat, dan menjaga kemurnian ajaran Islam.
Kedua, menghormati ulama adalah bentuk rasa syukur atas ilmu dan hikmah yang mereka curahkan.
Tanpa perjuangan dan pengorbanan para ulama, ilmu Islam tidak akan sampai secara utuh dan murni kepada generasi berikutnya.
Tradisi Hormat Ulama di Pesantren Nusantara
Di lingkungan pesantren di Indonesia, nilai penghormatan kepada kiai dan ulama masih dijaga dengan kuat.
Para santri diajarkan untuk mencium tangan guru saat bertemu, membungkukkan badan sebagai bentuk sopan santun, dan memberi bisyaroh atau hadiah sebagai tanda terima kasih.
Tradisi ini menjadi bagian dari pendidikan akhlak dan spiritual yang membentuk karakter tawadhu’, hormat pada ilmu, dan cinta kepada pewaris nabi.
- Penulis :
- Aditya Yohan