billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Penarikan PPh 22 oleh Marketplace Ditunda, Tunggu Ekonomi Tumbuh 6 Persen

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Penarikan PPh 22 oleh Marketplace Ditunda, Tunggu Ekonomi Tumbuh 6 Persen
Foto: Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto memberikan pemaparan dalam taklimat media di Jakarta, Senin 20/10/2025 (sumber: ANTARA/Imamatul Silfia)

Pantau - Penunjukkan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) 22 oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi ditunda, seiring arahan terbaru dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menyatakan kebijakan akan diberlakukan setelah pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6 persen.

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyebut bahwa DJP masih menunggu instruksi lanjutan dari Menteri Keuangan sebelum menugaskan marketplace untuk memungut pajak dari pedagang daring.

“Di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sudah kami desain, ini kan terkait penunjukkan marketplace untuk memungut pajak dari merchant yang berpartisipasi di platform. Itu yang ditunda sampai nanti sesuai dengan arahan Pak Menteri,” ungkapnya.

Penundaan Berlaku hingga Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai

Sebelumnya, DJP berencana menunda penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh hingga Februari 2026.

Namun, arahan baru dari Menteri Keuangan menyebutkan bahwa kebijakan ini akan diberlakukan setelah pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6 persen.

“Terakhir, arahan ke kami itu sampai Februari (2026), tapi kemudian ada arahan baru dari Pak Menteri untuk menunggu sampai pertumbuhan 6 persen,” jelas Bimo.

Kebijakan ini tertuang dalam PMK 37 Tahun 2025 yang ditandatangani oleh mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyederhanakan administrasi perpajakan serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemungutan pajak dari pelaku usaha digital.

Ketentuan dan Pengecualian dalam Kebijakan PPh 22 Marketplace

Melalui PMK ini, DJP diberi kewenangan menunjuk marketplace sebagai Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) untuk memungut PPh 22 dari pedagang.

Teknis pelaksanaan diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-15/PJ/2025.

Besaran PPh 22 yang dipungut adalah sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan pedagang.

Pungutan ini tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Kebijakan ini menyasar pedagang dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta, yang wajib menyerahkan surat pernyataan terbaru kepada marketplace yang ditunjuk.

Pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta dibebaskan dari kewajiban membayar PPh 22 ini.

Selain itu, beberapa jenis transaksi dikecualikan dari kebijakan ini, antara lain layanan ekspedisi, transportasi daring seperti ojek online (ojol), penjual pulsa, dan perdagangan emas.

Penulis :
Leon Weldrick