billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Deteksi Dini Kanker Payudara Masih Rendah, Ahli Tekankan Pemeriksaan Rutin untuk Cegah Stadium Lanjut

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Deteksi Dini Kanker Payudara Masih Rendah, Ahli Tekankan Pemeriksaan Rutin untuk Cegah Stadium Lanjut
Foto: (Sumber: Para pembicara dalam seminar awam bertajuk "Perkembangan Terbaru tentang Kanker Payudara: Apa yang Harus Diperhatikan?" di Bandung, Minggu (26/10/2025). (ANTARA/Ricky Prayoga).)

Pantau - Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat bahwa sekitar 30 persen kasus kanker yang dialami perempuan merupakan kanker payudara, menjadikannya jenis kanker paling umum dan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan di Indonesia.

Deteksi Dini Jadi Penentu Kesuksesan Terapi

Pentingnya deteksi dini disampaikan dalam seminar awam bertajuk “Perkembangan Terbaru tentang Kanker Payudara: Apa yang Harus Diperhatikan?” yang digelar di Bandung pada Minggu, 26 Oktober 2025.

Berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2024, tercatat lebih dari 80.000 kasus baru kanker payudara di Indonesia setiap tahunnya.

Namun, banyak kasus baru ditemukan dalam stadium lanjut karena minimnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan rutin.

“Kanker payudara bukan hanya persoalan medis, tetapi juga persoalan sosial yang menyentuh banyak keluarga. Deteksi dini dan diagnosis tepat waktu sangat menentukan keberhasilan terapi,” ujar dr Marvin Marino, SpGK, AIFO-K, Direktur Medis RS Santo Borromeus.

Dradjat R Suardi, SpB(K)Onk, menekankan pentingnya pemeriksaan SADANIS (pemeriksaan payudara klinis) dengan bantuan teknologi seperti USG dan mammografi.

“Karena pasien akan memiliki harapan hidup yang lebih baik jika ditemukan pada stadium dini,” ungkapnya.

Pemeriksaan dan Teknologi Meningkat, Tapi Kesadaran Masih Rendah

Indra Wijaya, SpPD(K)HOM, menyebut masih banyak pasien yang datang dalam kondisi kanker sudah menyebar (metastase).

“Karenanya jadi krusial sebetulnya deteksi dini itu, mengingat saat ini angka kejadian pasien datang berobat dalam keadaan sudah terjadi penyebaran (metastase) masih banyak ditemui di rumah sakit,” jelasnya.

Monty P Soemitro, SpB(K)Onk, M.Kes, MMRS menambahkan bahwa jenis dan karakteristik kanker sangat memengaruhi jenis terapi yang diberikan, termasuk operasi, kemoterapi, dan radioterapi.

“Akan tetapi, jenis dan karakteristik kanker payudara yang ditentukan melalui pemeriksaan jaringan pasca pembedahan diketahui sangat berperan menentukan terapi selanjutnya,” katanya.

Sementara itu, dr Franky Sandjaja, SpOnk Rad, menjelaskan bahwa teknologi radioterapi saat ini semakin presisi dan dapat menargetkan sel kanker secara efektif.

“Radioterapi saat ini dapat dilakukan secara lebih presisi, dan mengurangi efek samping kepada pasien,” jelas Franky.

Meski teknologi semakin canggih, tantangan terbesar tetap pada rendahnya literasi dan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri sejak dini.

Biaya pengobatan kanker payudara juga menjadi hambatan, namun hal ini bisa ditekan dengan deteksi dini melalui USG yang kini mulai tersedia di berbagai puskesmas.

Pentingnya edukasi langsung ke komunitas, sekolah, dan yayasan juga ditegaskan para narasumber sebagai langkah konkret menyebarluaskan informasi.

“Kita memiliki prinsip no one left behind, artinya dalam kita melakukan edukasi, literasi, dan inklusi, tidak ada seorang pun yang boleh ketinggalan,” ujar Indra.

“Karenanya dengan kegiatan ini, diharapkan masyarakat lebih aware dan sadar akan pentingnya deteksi dini. Dan sebagai rekomendasi, masyarakat bisa mengakses sumber informasi kesehatan terpercaya atau konsultasi dengan fasilitas kesehatan,” tambah dr Marvin Marino.

Seminar ini diselenggarakan dalam rangka peringatan Bulan Peduli Kanker Payudara Sedunia dan peringatan 104 tahun RS Santo Borromeus.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti