billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Anggota DPR Anis Byarwati Dukung Penolakan Beban Utang Kereta Cepat Dibayar APBN

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Anggota DPR Anis Byarwati Dukung Penolakan Beban Utang Kereta Cepat Dibayar APBN
Foto: (Sumber: Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati.(Ist/DPR).)

Pantau - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menilai keputusan pemerintah untuk tidak membebankan pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah langkah yang tepat.

“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung. Kondisi itu justru memperberat keuangan negara yang saat ini sudah dalam keadaan terbatas,” ujar Anis dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Oktober 2025.

KCJB Dinilai Bermasalah Sejak Perencanaan

Anis juga menyampaikan dukungannya terhadap sikap Menteri Keuangan Purbaya yang menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek KCJB.

Ia menilai bahwa permasalahan proyek ini sudah muncul sejak awal perencanaan, termasuk ketidaksesuaian dengan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030.

“Permasalahan proyek infrastruktur KCJB muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030. Bahkan, Menhub saat itu tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakal sulit dibayar,” paparnya.

Berdasarkan laporan keuangan, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) — anak usaha PT KAI dan pemegang saham mayoritas PT KCIC — mencatatkan kerugian hingga Rp4,195 triliun pada 2024 dan kembali merugi Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

“Menurut data BPS, Kereta Cepat hanya ramai saat musim liburan saja, padahal biaya investasi dan operasionalnya sangat tinggi,” ungkapnya.

APBN Harus Lindungi Rakyat, Bukan Tampung Risiko Bisnis

Anis menegaskan bahwa situasi ini harus menjadi pelajaran penting bagi pengambil kebijakan agar lebih berhati-hati dalam menimbang manfaat dan risiko proyek-proyek besar.

“BUMN yang awalnya sehat kini harus menanggung beban utang Rp2 triliun per tahun akibat proyek penugasan presiden terdahulu. Padahal para pembantunya sudah memberikan peringatan sejak awal,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pengelolaan keuangan negara secara hati-hati, terutama setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN.

Dalam UU tersebut diatur bahwa dividen BUMN tidak lagi disetor langsung ke APBN, melainkan ke lembaga pengelola baru bernama Danantara.

“Karena itu, Danantara harus mampu mengelola dan mencarikan solusi yang tidak membebani APBN lagi,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Anis menekankan bahwa APBN harus menjadi alat pelindung rakyat, bukan penyangga risiko bisnis.

“Setiap kebijakan yang berpotensi membebani keuangan negara wajib melalui audit menyeluruh, pengawasan DPR, dan dasar hukum yang jelas. DPR harus memastikan bahwa setiap proyek benar-benar memberikan manfaat ekonomi jangka panjang bagi bangsa, bukan menjadi beban baru bagi generasi berikutnya,” pungkasnya.

Penulis :
Aditya Yohan