
Pantau - Anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion mendorong penguatan regulasi dan pengawasan terhadap industri air minum dalam kemasan (AMDK) menyusul temuan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengenai produk air minum kemasan Aqua yang diduga tidak bersumber dari mata air pegunungan alami seperti tercantum pada labelnya.
Desakan Penguatan Regulasi dan Perlindungan Konsumen
Mafirion menegaskan pentingnya transparansi dalam industri AMDK untuk melindungi hak konsumen.
"Ketika perusahaan mengiklankan produknya berasal dari mata air pegunungan alami, tetapi faktanya dari sumur bor, itu bentuk iklan menyesatkan. Masyarakat berhak tahu apa yang sebenarnya mereka konsumsi," ungkapnya.
Ia menilai praktik tersebut tidak hanya merugikan konsumen secara ekonomi, tetapi juga melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28F dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
"Setiap warga negara berhak memperoleh informasi yang benar dan lingkungan hidup yang baik serta sehat. Ketika informasi dikaburkan atau dimanipulasi, maka hak konstitusional itu turut dilanggar," tegasnya.
Mafirion juga menyinggung Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 9 dan Pasal 10, yang secara tegas melarang pelaku usaha membuat pernyataan menyesatkan mengenai asal, jenis, mutu, atau komposisi produk.
Dorongan Penegakan Hukum dan Etika Bisnis
Menurut Mafirion, penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut masih perlu diperkuat agar tidak ada lagi pelaku usaha yang memanipulasi informasi produk.
"Konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika ada perusahaan yang memasarkan produk dengan klaim tidak sesuai fakta, maka pemerintah wajib menindak tegas," ujarnya.
Komisi XIII DPR RI, lanjutnya, berencana mendorong pemerintah serta lembaga pengawas seperti Kementerian Perdagangan, BPOM, dan Kementerian Perindustrian untuk memperkuat mekanisme pengawasan dan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak transparan.
"Kita perlu memperbarui sistem pengawasan dan sertifikasi label produk agar tidak ada lagi perusahaan yang memanfaatkan celah hukum untuk menyesatkan publik," tuturnya.
Ia juga menyoroti pentingnya etika bisnis dan tanggung jawab sosial korporasi (corporate social responsibility / CSR) yang harus dijunjung tinggi oleh pelaku usaha.
"Konsumen membayar lebih karena percaya produk itu berasal dari sumber alami yang murni. Jika ternyata tidak, maka ini bentuk eksploitasi terhadap kepercayaan publik. Dunia usaha harus berbisnis dengan nilai, bukan manipulasi," katanya.
Mafirion mengingatkan bahwa praktik bisnis yang tidak jujur dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap industri lokal dan merusak iklim usaha yang sehat di Indonesia.
"Integritas informasi adalah kunci kepercayaan publik. Negara tidak boleh diam terhadap praktik bisnis yang menyesatkan," tutupnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf










